Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook Senilai Rp 9,9 Triliun
Jakarta – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin, 23 Juni 2025. Kedatangan Nadiem adalah untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan selama periode 2019-2022.
Berdasarkan pantauan *Tempo*, Nadiem tiba di Gedung Kejagung dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna krem yang dipadukan celana panjang hitam. Ia terlihat membawa sebuah tas jinjing berwarna hitam dan langsung memasuki area pemeriksaan didampingi oleh tim kuasa hukumnya, menunjukkan keseriusan dalam menghadapi proses hukum ini.
Saat ini, Kejaksaan Agung secara intensif tengah menyelidiki dugaan praktik korupsi di Kemendikbudristek, khususnya terkait proyek pengadaan Chromebook dan berbagai perangkat digital lainnya. Proyek berskala besar ini menelan anggaran fantastis, mencapai Rp 9,9 triliun, di mana Rp 6,3 triliun di antaranya berasal dari alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK).
Nadiem Makarim sendiri menjabat sebagai Mendikbudristek sejak Oktober 2019 hingga akhir periode kedua masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2024. Penyelidikan ini semakin mendalam setelah sebelumnya kejaksaan melakukan penggeledahan di kediaman dua mantan staf khusus Nadiem, yaitu Jurist Tan dan Fiona Handayani, serta mantan konsultan Mendikbudristek, Ibrahim Arif. Ketiganya bahkan telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Juni 2025. Namun, informasi terbaru mengungkapkan bahwa Jurist Tan diketahui telah berada di luar negeri sebelum pencegahan tersebut diberlakukan.
Dari ketiga nama tersebut, Kejaksaan Agung baru berhasil memeriksa Fiona dan Ibrahim. Sementara itu, Jurist Tan hingga kini belum memenuhi panggilan pemeriksaan dari Kejagung.
Dalam pusaran kasus korupsi laptop Chromebook yang melibatkan anggaran triliunan rupiah ini, kejaksaan menduga adanya pengabaian terhadap hasil kajian pengadaan 1.000 Chromebook pada periode 2018-2019. Kajian tersebut secara jelas menyatakan bahwa sistem operasi Chromebook tidak efektif untuk digunakan di Indonesia mengingat kondisi jaringan internet yang belum merata.
Atas dasar kajian tersebut, rekomendasi yang dikeluarkan seharusnya mengarahkan program digitalisasi Kemendikbudristek untuk mengadakan laptop berbasis Windows, yang dinilai tidak memiliki ketergantungan penuh pada akses internet. Namun, dalam implementasinya, pengadaan laptop yang direalisasikan justru tetap Chromebook. Kejaksaan menengarai adanya perubahan kajian yang disengaja, di mana hasil studi diubah untuk tetap mengarahkan pada pengadaan Chromebook, alih-alih perangkat berbasis Windows.
Menanggapi hal ini, Nadiem Makarim sebelumnya telah memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa pengadaan laptop pada era kepemimpinannya dipastikan hanya ditujukan bagi sekolah-sekolah yang sudah memiliki jaringan internet. Selain itu, Nadiem menjelaskan bahwa kajian yang menjadi sorotan Kejaksaan tersebut dilakukan pada era Menteri Muhadjir Effendy, dan secara spesifik ditujukan untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). “Kemendikbudristek membuat kajian yang komprehensif, tapi targetnya itu adalah bukan daerah 3T dan di dalam juknis sangat jelas hanya boleh diberikan kepada sekolah yang punya internet,” terang Nadiem dalam konferensi pers pada Selasa, 10 Juni 2025, membantah keterkaitannya dengan dugaan penyimpangan tersebut.