Berikut adalah artikel yang telah ditingkatkan:
*
Eskalasi di Timur Tengah: AS Gempur Fasilitas Nuklir Iran dengan Bom ‘Bunker Buster’**
Washington, D.C. – Panggung politik Timur Tengah kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengabulkan permintaan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk terlibat langsung dalam konflik Iran-Israel. Dalam sebuah langkah berani yang mengklaim telah mengukir sejarah, Trump menyatakan melalui platform Truth Social bahwa pasukannya telah melancarkan serangan presisi yang sangat sukses terhadap tiga situs nuklir utama Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu, Trump dengan bangga mengumumkan bahwa “serangan tersebut merupakan keberhasilan militer yang spektakuler.” Pernyataan ini segera disambut pujian oleh Netanyahu, yang menyebut keputusan Trump sebagai tindakan “kekuatan luar biasa dan benar” yang diyakininya akan “mengubah sejarah.” Sebaliknya, Trump juga memuji Netanyahu, menekankan bahwa kedua pemimpin telah “bekerja sebagai satu tim yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya,” demi menghapus “ancaman mengerikan terhadap Israel.”
Keputusan Washington untuk secara langsung terlibat dalam konflik yang sebelumnya dihindari oleh Iran terhadap kepentingan AS, kini memicu kekhawatiran serius akan eskalasi lebih lanjut di seluruh Timur Tengah. Berbagai laporan, termasuk dari *Al Jazeera* dan *Middle East Eye*, merinci fakta-fakta penting di balik serangan ini.
Tiga Fasilitas Nuklir Vital Menjadi Target Utama
Serangan pasukan AS memfokuskan diri pada tiga fasilitas nuklir utama Iran yang sangat strategis: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
* Natanz merupakan kompleks pengayaan nuklir terbesar di Iran, dilengkapi dengan ruang-ruang sentrifugal yang luas, sebagian besar berada di bawah tanah. Sebagai pusat utama program nuklir Iran, Natanz telah menjadi sasaran berbagai upaya sabotase di masa lalu, termasuk serangan Israel pada 13 Juni yang memutus aliran listrik ke aula sentrifugal dan merusak peralatan.
* Isfahan adalah pusat penelitian dan produksi nuklir krusial, meliputi fasilitas konversi uranium dan pabrik fabrikasi bahan bakar. Situs ini memainkan peran penting dalam menyiapkan bahan baku untuk pengayaan uranium dan penggunaan reaktor.
* Fordow dianggap sebagai salah satu fasilitas nuklir Iran yang paling dibentengi, terletak 80–90 meter di bawah tanah di daerah pegunungan yang sulit dijangkau. Israel sebelumnya enggan menyerang Fordow dalam perang karena keterbatasan amunisi yang mampu menembus kedalaman tersebut, menjadikan intervensi AS kali ini sangat penting untuk menargetkan situs yang sebelumnya tidak tersentuh.
Arsenal Amerika: Bom “Bunker Buster” dan Rudal Jelajah
Meskipun Trump tidak memberikan rincian spesifik tentang senjata yang digunakan dalam operasi yang disebutnya “serangan presisi besar-besaran,” laporan media AS mengindikasikan penggunaan bom “bunker buster” dan peluncuran rudal jelajah dari kapal selam angkatan laut.
* Senjata kunci yang dipercaya digunakan adalah Massive Ordnance Penetrator (MOP) GBU-57, bom penghancur bunker terkuat dalam arsenal militer AS. Dengan berat hampir 13.000 kg, bom ini memiliki kemampuan penetrasi luar biasa, mampu menembus beton setebal 18 meter atau tanah sedalam 61 meter, jauh melampaui kemampuan bom konvensional.
* Pesawat pengebom siluman AS, B-2 Spirit, saat ini merupakan satu-satunya pesawat yang dirancang untuk membawa GBU-57, dengan kapasitas dua bom sekaligus. Angkatan Udara AS menyatakan B-2 dapat menjatuhkan beberapa bom secara berurutan, memungkinkan setiap serangan menggali lebih dalam ke target.
Intervensi AS dengan senjata canggih ini dipandang sangat vital, khususnya untuk menembus Fordow yang sangat dalam dan belum berhasil dihancurkan oleh serangan Israel sebelumnya. Laporan media menyebutkan bahwa hampir setengah lusin pesawat pengebom B-2 menjatuhkan selusin bom “bunker buster” seberat 13.000 kg di lokasi Fordow, sementara kapal selam angkatan laut mengoordinasikan serangan rudal jelajah di Natanz dan Isfahan. Serangan ini juga menandai pertama kalinya AS menggunakan MOP dalam pertempuran nyata.
Klaim Kerusakan Versus Verifikasi Independen
Trump mengklaim bahwa “fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah dilenyapkan secara menyeluruh dan total.” Namun, hingga kini, belum ada verifikasi independen mengenai tingkat kerusakan aktual di fasilitas nuklir tersebut.
Di sisi lain, Mehdi Mohammadi, penasihat ketua parlemen Iran, mengklaim bahwa Iran telah mengantisipasi serangan AS dengan mengevakuasi fasilitas Fordow sebelumnya. “Iran telah memperkirakan serangan terhadap Fordow selama beberapa hari. Fasilitas nuklir ini telah dievakuasi, tidak ada kerusakan permanen yang terjadi selama serangan hari ini,” ujar Mohammadi dalam pernyataan yang diposting di X.
Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) juga melaporkan bahwa data sistem radiasi dan survei lapangan tidak menunjukkan tanda-tanda kontaminasi atau bahaya bagi penduduk di sekitar lokasi. “Menyusul serangan ilegal AS terhadap situs nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan, survei lapangan dan data sistem radiasi menunjukkan: Tidak ada kontaminasi yang tercatat,” kata AEOI. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) turut mengonfirmasi bahwa tidak ada peningkatan tingkat radiasi di dekat lokasi-lokasi yang menjadi sasaran, menambah keraguan terhadap klaim kerusakan total.
Tanggapan Keras dari Iran dan Seruan Darurat PBB
Menanggapi agresi ini, Organisasi Energi Atom Iran mengutuk serangan tersebut sebagai “tindakan biadab” dan pelanggaran hukum internasional, termasuk Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, memperingatkan bahwa serangan itu akan memiliki “konsekuensi abadi” dan menegaskan bahwa Iran “menyimpan semua opsi” dalam tanggapannya. “Peristiwa pagi ini keterlaluan. Setiap anggota PBB harus waspada dengan perilaku berbahaya, melanggar hukum, dan kriminal ini,” tulis Araghchi di X.
Media pemerintah Iran melaporkan bahwa Teheran telah secara resmi meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk serangan AS, menekankan bahwa mereka memiliki hak untuk melawan “agresi” semacam itu. “Dunia tidak boleh lupa bahwa Amerika Serikat-lah yang, di tengah-tengah proses diplomatik, mengkhianati diplomasi dengan mendukung tindakan agresif Israel, dan sekarang mengobarkan perang berbahaya terhadap Iran.”
Dengan intervensi militer langsung AS terhadap program nuklir Iran, ketegangan di Timur Tengah mencapai titik didih baru, membuka babak yang lebih tidak pasti dalam konflik regional yang telah bergejolak.