Harga Energi Naik Turun? Intip Prospek & Prediksi Komoditas Energi!

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 20 Juni 2025 - 23:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dinamika Geopolitik Bayangi Pasar Energi: Harga Minyak Tertekan, Batu Bara Kokoh, Ini Proyeksinya

JAKARTA – Setelah sempat menguat tajam, pasar komoditas energi kembali menunjukkan volatilitas tinggi pada Jumat (20/6), dipicu oleh ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, khususnya menyusul pecahnya konflik antara Iran dan Israel. Pergerakan harga terlihat beragam, menandakan adaptasi pasar terhadap dinamika global yang terus berubah.

Menurut data Trading Economics, pada pukul 22.12 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) tercatat melemah 0,12% menjadi US$ 73,44 per barel, sementara minyak Brent juga turun 0,75% ke level US$ 76,58 per barel. Penurunan lebih dalam dialami gas alam, yang terkoreksi 3,27% menjadi US$ 3,95 per MMBtu. Di sisi lain, harga batu bara menunjukkan ketahanan dengan menguat 0,28% ke posisi US$ 107 per ton.

Meski demikian, Wahyu Laksono, Founder Traderindo, menyoroti respons pasar yang tidak terlalu euforia terhadap eskalasi konflik di Timur Tengah. Menurut Wahyu, minimnya lonjakan harga minyak yang signifikan disebabkan oleh beberapa faktor kunci. Ia menjelaskan bahwa pasar telah ‘memperhitungkan’ (price-in) risiko geopolitik ini, mengingat konflik di kawasan tersebut bukanlah fenomena baru dan investor telah belajar mengantisipasi gejolak. Selain itu, sifat konflik yang cenderung terbatas, pengalaman dari krisis-krisis sebelumnya, serta kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global turut menahan kenaikan harga. “Faktor permintaan global juga menjadi penentu utama,” tambahnya kepada Kontan.co.id.

Baca Juga :  Adhi Karya (ADHI) Catat Raihan Nilai Kontrak Baru Rp 257,2 Miliar Per Januari 2025

Dalam jangka pendek, Wahyu memperkirakan harga minyak berpotensi mereda jika ada indikasi de-eskalasi dari Iran. Namun, ia mengingatkan, risiko lonjakan harga tetap tinggi apabila konflik meluas, mengancam jalur pelayaran vital seperti Selat Hormuz, atau jika sentimen pasar bergeser menjadi sangat pesimis terhadap pasokan global. “Jika eskalasi meningkat, kenaikan yang rasional akan menguji level US$ 80 hingga US$ 90 per barel,” proyeksinya.

Sebaliknya, jika tensi mereda, harga minyak WTI diperkirakan bergerak dalam kisaran US$ 65 hingga US$ 75 per barel. Fluktuasi ini akan sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan global, volume produksi dari negara-negara OPEC+ dan Non-OPEC, kapasitas cadangan strategis, serta tingkat persediaan global. Untuk proyeksi jangka panjang, dengan asumsi kondisi geopolitik yang lebih stabil dan fundamental ekonomi yang cenderung tertekan namun terkendali, Wahyu memprediksi harga minyak akan bergerak antara US$ 50 hingga US$ 100 per barel, dengan pergerakan wajar di kisaran US$ 70 hingga US$ 80 per barel.

Beranjak ke komoditas gas alam, Wahyu Laksono mengidentifikasi level resistansi harga di kisaran US$ 4 hingga US$ 4,2 per MMBtu. Namun, jika level tersebut gagal ditembus, harga berisiko kembali menguji level *support* di sekitar US$ 3 per MMBtu, bahkan bisa turun hingga US$ 2 per MMBtu. Dalam perspektif jangka panjang, harga gas alam akan sangat dipengaruhi oleh pasokan global, tingkat permintaan (termasuk dorongan transisi energi), dinamika geopolitik, serta fenomena cuaca ekstrem. Jika permintaan global terus meningkat sementara pasokan tidak mampu mengimbangi, Wahyu melihat potensi harga kembali menembus level yang lebih tinggi. Sebaliknya, kelebihan pasokan atau percepatan transisi menuju energi terbarukan dapat menekan harga secara signifikan.

Baca Juga :  Saham Emas Blue Chip Mengilau: Kinerja Triwulan I 2025 Naik, Layak Beli?

Untuk komoditas batu bara, Wahyu mencermati level *support* di antara US$ 100 hingga US$ 110 per ton. Selama harga mampu bertahan di atas kisaran ini, potensi penurunan tajam dalam jangka pendek dinilai terbatas. Adapun level resistansi berada di US$ 120 hingga US$ 130 per ton; jika berhasil ditembus dan dipertahankan, ada ruang kenaikan terbatas menuju US$ 150 hingga US$ 160 per ton. Harga batu bara saat ini cenderung bergerak konsolidatif setelah periode penurunan tajam, menunjukkan pergerakan datar namun dengan potensi kenaikan terbatas jika *resistance* terdekat berhasil dilampaui. Wahyu menegaskan bahwa Tiongkok tetap menjadi sentimen utama yang menggerakkan pasar batu bara.

Dalam jangka panjang, tekanan terhadap penggunaan batu bara sebagai sumber energi dipastikan akan terus meningkat seiring isu lingkungan dan percepatan transisi global menuju energi terbarukan. Kendati demikian, permintaan dari negara-negara berkembang dan sektor industri tertentu diperkirakan masih akan bertahan untuk beberapa waktu ke depan.

Berita Terkait

Uang Peringatan Kemerdekaan Ke-80 Viral, BI Bantah Hoax!
IHSG Terjun Bebas, Asing Kabur Rp4,5 Triliun dalam Sepekan
Asing Jual BBCA, BMRI? Inilah Saham yang Diobral Akhir Pekan!
Saham Blue Chip Bagi Dividen Jumbo Rp 2,91 Triliun, Cek Sekarang!
IHSG Merah, Saham Pilihan Asing Ini Layak Dilirik Akhir Pekan
Saham Lesu, Fundamental Emiten dan Ekonomi Jadi Penentu Arah?
Kode Broker BEI Dibuka, Pasar Saham Siap Terbang Lebih Tinggi?
Dividen Gede Blue Bird, Raih Rp 120 per Lembar Saham!

Berita Terkait

Sabtu, 21 Juni 2025 - 07:38 WIB

Uang Peringatan Kemerdekaan Ke-80 Viral, BI Bantah Hoax!

Sabtu, 21 Juni 2025 - 07:13 WIB

Asing Jual BBCA, BMRI? Inilah Saham yang Diobral Akhir Pekan!

Sabtu, 21 Juni 2025 - 06:12 WIB

Saham Blue Chip Bagi Dividen Jumbo Rp 2,91 Triliun, Cek Sekarang!

Sabtu, 21 Juni 2025 - 05:47 WIB

IHSG Merah, Saham Pilihan Asing Ini Layak Dilirik Akhir Pekan

Sabtu, 21 Juni 2025 - 03:47 WIB

Saham Lesu, Fundamental Emiten dan Ekonomi Jadi Penentu Arah?

Berita Terbaru

Education And Learning

SPMB Jatim 2025: Jadwal Lengkap Tahap 2-4 & Cara Daftar!

Sabtu, 21 Jun 2025 - 08:33 WIB

finance

Uang Peringatan Kemerdekaan Ke-80 Viral, BI Bantah Hoax!

Sabtu, 21 Jun 2025 - 07:38 WIB