Sektor Rumah Sakit Hadapi Badai Tekanan Jangka Pendek, Namun Prospek Jangka Panjang Tetap Bersinar
JAKARTA, Ragamutama.com. Sektor rumah sakit nasional tengah berjuang menghadapi tekanan signifikan dalam jangka pendek, seiring dengan berlangsungnya transformasi besar sistem kesehatan di Indonesia. Kendati demikian, prospek jangka panjang sektor ini diproyeksikan tetap cerah, didorong oleh reformasi tarif layanan dan potensi peningkatan pendapatan per pasien yang menjanjikan.
Salah satu tantangan terdekat adalah penundaan implementasi penuh sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) hingga Desember 2025. Kementerian Kesehatan memutuskan kebijakan ini lantaran baru 57% dari 2.554 rumah sakit di seluruh negeri yang memenuhi kesiapan fasilitas yang dipersyaratkan. Hambatan utama yang teridentifikasi meliputi keterbatasan peralatan esensial, seperti *nurse call system* dan sekat tempat tidur, serta ruang rawat inap yang belum sepenuhnya memenuhi standar yang ditetapkan. Penundaan KRIS ini, menurut Analis BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri Suweleh, memberikan waktu berharga bagi rumah sakit untuk melakukan pembenahan, sembari menanti finalisasi tarif layanan baru berbasis Indonesian DRG (iDRG) dan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan.
Di sisi lain, lonjakan klaim dari pasien BPJS dan asuransi swasta turut memicu tekanan finansial yang substansial pada rumah sakit. BPJS Kesehatan sendiri berisiko mengalami defisit aset bersih di bawah standar 1,5 kali klaim bulanan pada akhir 2025. Sebagai respons, pemerintah telah menggulirkan reformasi sistem rujukan berbasis kompetensi rumah sakit dan mengalih skema kapitasi menjadi berbasis kinerja (KBK) untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas.
Tekanan keuangan juga datang dari sektor asuransi swasta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperketat regulasi dengan mewajibkan sistem *co-payment* sebesar 10% yang akan berlaku mulai Januari 2026. Kebijakan ini berpotensi menekan volume pasien berasuransi karena meningkatnya beban biaya yang harus ditanggung secara pribadi. Ismail Fakhri Suweleh memperingatkan bahwa dalam jangka pendek, berbagai kebijakan ini dikhawatirkan dapat memicu penurunan margin EBITDA rumah sakit hingga 500 basis poin, tergantung pada seberapa besar penurunan volume pasien asuransi.
Meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan tersebut, BRI Danareksa Sekuritas tetap mempertahankan pandangan *overweight* untuk sektor rumah sakit. Optimisme ini berlandaskan pada proyeksi bahwa penerapan penuh sistem KRIS dan iDRG kelak akan mampu mendongkrak pendapatan per pasien hingga 15%. Peningkatan ini terutama akan terwujud jika banyak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memilih untuk naik kelas layanan melalui skema selisih bayar (*coordination of benefit*). Proyeksi positif ini menjadi fondasi kuat bagi prospek *healthcare* yang menjanjikan dalam jangka panjang.
Dalam menghadapi gejolak pasar saat ini, rumah sakit dengan basis pasien swasta yang kuat, seperti Mitra Keluarga (MIKA), Hermina (HEAL), dan Siloam (SILO), dinilai paling tangguh. Mitra Keluarga (MIKA) menjadi pilihan utama analis berkat margin yang superior dan valuasi yang menarik. Sementara itu, Hermina (HEAL) diperkirakan akan terdampak secara bertahap oleh implementasi sistem KBK. Siloam International Hospitals (SILO), meskipun paling dominan dalam melayani pasien swasta, patut mewaspadai risiko yang mungkin timbul dari akuisisi berbasis utang.