Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, menyerukan pemerintah agar segera menuntaskan konflik sengketa atas empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang kini secara administratif masuk wilayah Sumatra Utara. JK memperingatkan bahwa jika masalah ini tidak segera disikapi, dikhawatirkan akan memicu permasalahan yang lebih serius dan berlarut-larut.
“Bagi Aceh, empat pulau itu adalah masalah harga diri. Mengapa diambil? Ini juga menyangkut masalah kepercayaan terhadap pemerintah pusat,” tegas JK dalam konferensi pers yang digelar di kediaman pribadinya di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6). Oleh karena itu, ia meyakini bahwa penyelesaian optimal dan menyeluruh demi kemaslahatan bersama adalah jalan terbaik, mengingat tidak ada faktor penting yang bisa menghalangi solusi tersebut.
JK secara khusus menyoroti poin 1.1.4 dalam Perjanjian Helsinki, sebuah kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Ia menjelaskan bahwa ketentuan batas wilayah tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956. Undang-undang ini mengatur pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara, yang saat itu diteken oleh Presiden RI pertama, Sukarno.
Lebih lanjut, JK menjabarkan bahwa secara historis, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil telah dibahas dan dipastikan masuk dalam wilayah Aceh, khususnya Aceh Singkil. Oleh karenanya, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Sumatra Utara dinilai memiliki cacat formil. “Suatu Keputusan Menteri tidak dapat mengubah Undang-undang, meskipun undang-undangnya tidak menyebutkan pulau itu secara eksplisit. Namun, secara historis, jelas,” tuturnya, menekankan pentingnya dasar hukum yang lebih tinggi.
Senada dengan JK, Sofyan Abdul Djalil, salah satu delegasi Indonesia yang turut hadir dalam perundingan Helsinki, turut mengusulkan agar peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dianulir. “Kami sangat berharap, seperti yang dikemukakan Pak JK, masalah ini dapat diselesaikan dengan baik-baik. Jika peraturan menteri ini bisa diperbaiki atau dianulir, maka masalah akan tuntas,” kata Sofyan, menggarisbawahi pentingnya langkah korektif demi keadilan dan kepastian hukum.