Raja Ampat Membara: Perjuangan Perempuan Lawan Tambang Nikel, Walau Dipenjara

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 12 Juni 2025 - 05:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Setelah Protes ‘SaveRajaAmpat’ Viral: Jejak Perjuangan Paulina dan Kerusakan Lingkungan

Pemerintah Indonesia secara resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada Selasa (10/06). Keputusan monumental ini diambil hanya sepekan setelah aksi berani ‘SaveRajaAmpat’ yang dilakukan sekelompok anak muda lokal dan aktivis Greenpeace, menyerukan penolakan tambang nikel dalam sebuah konferensi internasional di Jakarta, memicu gelombang dukungan luas.

Aksi damai yang diunggah di akun Instagram Greenpeace ini segera menjadi viral, ditonton hingga 18,8 juta kali dan disukai oleh lebih dari setengah juta pengguna. Greenpeace sendiri telah menyoroti dampak pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat yang menyebabkan deforestasi hingga 500 hektare dan pencemaran lingkungan serius.

Salah satu sosok sentral di balik aksi heroik itu adalah Paulina, perempuan berusia 24 tahun asal Kampung Kabare, Raja Ampat, yang berdekatan langsung dengan Pulau Manuran, lokasi operasional tambang nikel. Meskipun sempat ditangkap dan kemudian dibebaskan, Paulina tak gentar. Sehari pasca-penangkapan, ia dengan tegar berbagi kisah kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, tentang bagaimana ‘surga terakhir di Bumi’ itu kini merana akibat eksploitasi nikel.

‘Biarpun ditangkap, saya tetap berjuang’

Tak terlihat raut kelelahan di wajah Paulina saat ditemui di Jakarta, Rabu (04/06). Ia terlihat bersemangat ketika membicarakan tentang rangkaian permasalahan yang muncul akibat pertambangan nikel di “surganya” Raja Ampat. “Hutan kami hilang, laut kami rusak, dan masyarakat kami kini saling bermusuhan,” ungkap Paulina dengan nada prihatin.

Padahal, sehari sebelumnya, Paulina bersama tiga pemuda Papua dan beberapa aktivis dari Greenpeace melakukan aksi penolakan di acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, Selasa (03/06). Dalam aksi itu, Paulina dengan berani membentangkan spanduk berwarna kuning bertuliskan ‘*Save Raja Ampat from Nickel Mining*’ saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, berpidato di hadapan pengusaha tambang dunia. Sesaat kemudian, Paulina dibawa oleh seorang petugas ke ruang panitia, dengan terekam tangan petugas itu mengapitnya.

Paulina dan tiga rekan lainnya, termasuk aktivis Greenpeace Iqbal Damanik, kemudian dibawa ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan selama berjam-jam, sebelum akhirnya dilepaskan karena tidak melakukan tindakan pidana. Paulina menegaskan dirinya tak trauma. Ia akan terus memperjuangkan “surganya” agar selamat dari tambang nikel.

“Biarpun ditangkap, saya tetap berjuang. Raja Ampat itu adalah surga terakhir Indonesia dan dunia. Mereka yang menerima tambang nikel di Raja Ampat adalah orang-orang serakah, tidak memikirkan masa depan anak cucu, tidak memikirkan dampak kerusakan ke depan,” katanya sambil tak kuasa menahan tangis. Sempat terdiam sesaat, Paulina menjelaskan tangisnya itu karena melihat “Raja Ampat yang kini telah berubah dari kota bahari menjadi bahari tambang. Tambang mengancam kehidupan kami.”

Paulina bercerita, Pulau Manuran yang terletak dekat dengan kampungnya, Kabare, kini sebagian telah gundul oleh tambang. Bukan hanya itu, terumbu karang dan ikan yang berada di sekitar pulau pun tercemar limbah dari tambang. “Di musim pasang surut, limbah tambang berwarna coklat mengalir dan mencemari hingga ke kampung saya,” ujarnya. Padahal di masa lalu, Pulau Manuran menjadi tempat bagi warga kampungnya untuk mencari ikan dan hasil hutan. Perusahaan yang beroperasi di Pulau seluas 751 hektare itu adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), yang izin usaha pertambangannya seluas satu setengah kali pulau telah dicabut oleh pemerintah.

Baca juga:
* Bahlil hentikan sementara operasi tambang nikel di Raja Ampat, Greenpeace sebut hanya ‘akal-akalan’ untuk meredam protes
* Kisah anak-anak Raja Ampat, Papua arungi laut demi pendidikan dan melawan kemiskinan

Pencabutan IUP PT ASP, bersama tiga perusahaan lainnya, ditegaskan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada Senin (09/06). “Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan [termasuk PT Anugerah Surya Pratama] di Kabupaten Raja Ampat,” kata Prasetyo Hadi.

Analisis Greenpeace menguatkan bahwa tingkat deforestasi akibat penambangan pada 2006-2008 di Pulau Manuran, yang masuk dalam wilayah UNESCO Global Geopark, mencapai 156 hektare. Selain itu, Greenpeace juga menemukan adanya gumpalan kekeruhan yang terlihat akibat limpasan di laut sekitar Manuran setelah hujan, melalui analisis citra satelit dari 2024.

Temuan Kementerian Lingkungan Hidup juga menunjukkan luas bukaan tambang sebesar 109,23 hektare dan pencemaran lingkungan di Manuran. “Ini memang menimbulkan pencemaran lingkungan, kekeruhan pantai yang cukup tinggi, dan ini tentu ada konsekuensi yang harus ditanggungjawabi oleh perusahaan tersebut,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta, Minggu (08/06). Hanif menjelaskan, kekeruhan itu disebabkan oleh jebolnya salah satu instalasi pertambangan, yakni *settling pond* atau kolam pengendapan partikel padatan air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. “Tentu kita bisa membayangkan kalau ini dilakukan eksploitasi, pemulihannya tidaklah terlalu gampang karena tidak ada lagi bahan untuk memulihkan,” ujar Hanif.

Baca Juga :  Hercules Minta Maaf ke Sutiyoso: Kisah di Balik Kain Timor dan Cium Tangan

Kementerian Lingkungan Hidup kini telah menyegel aktivitas penambangan di Pulau Manuran dan akan melakukan gugatan hukum pidana serta perdata ke perusahaan. “Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, akan tentu dilakukan penegakan hukum, baik hukum pidana maupun gugatan perdata, karena kondisi lingkungannya sudah kami rekam seperti itu, sehingga kepada yang bersangkutan, harus mempertanggungjawabkan kegiatannya,” tegas Hanif. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT ASP mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayah IUP perusahaan seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran.

‘Dulu baku jaga, baku sayang, sekarang saling bermusuhan’

Selain ancaman ekologi, pertambangan nikel di Raja Ampat juga merusak tatanan sosial masyarakat. Hal itu diungkapkan oleh Matias Mambraku (26), warga asli Pulau Manyaifun yang berprofesi sebagai pemandu wisata sejak 2017. Matias berkata, sebelum ada tambang masyarakat kampung hidup harmonis. “Kami baku jaga, baku sayang. Tapi sekarang, tambang buat kita orang semua saling bermusuhan, tidak baku tegur, bahkan sampai baku pukul,” katanya, merujuk pada setidaknya tiga kali konflik yang terjadi dalam setahun terakhir.

Ia menjelaskan, tambang telah membuat masyarakat terpecah: ada yang menerima, ada juga yang menolak. Matias dan sekelompok masyarakat menolak tambang nikel karena aktivitas itu merusak lingkungan, ruang hidup, sumber makanan, dan mengancam untuk mengusir mereka dari kampung halaman. Di sisi lain, tambahnya, kelompok lain menerima tambang karena dijanjikan lapangan kerja serta “uang-uang besar” seperti uang adat dan uang masyarakat.

Daripada pertambangan, Matias berharap agar pemerintah mengembangkan sektor pariwisata di Raja Ampat dengan pendekatan kearifan lokal. “Pariwisata yang ramah lingkungan akan melindungi laut dan daratan. Raja Ampat itu surga yang jatuh ke bumi, kebanggaan Indonesia dan dunia. Kita harus melindungi, bukan malah merusak,” tegasnya.

Temuan Greenpeace juga menunjukkan bahwa Kepulauan Manyaifun dan Batang Pele masuk dalam wilayah IUP milik PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), yang izinnya kini telah dicabut oleh pemerintah. Data Kementerian ESDM menunjukkan, PT MRP memegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat hingga Februari 2033 dengan luas konsesi mencapai 2.193 hektare, jauh lebih besar dari luas kedua pulau sebesar 1.373 hektare. Kementerian ESDM menjabarkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan saat ini adalah tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

Mungkin Anda tertarik:
* Kisah orang asli Papua tolak blok minyak terbesar di Indonesia – Tak mau ‘tragedi bom’ 1977 terulang
* ‘Perusahaan masuk tanpa penjelasan, jadi kami anggap mereka sebagai pencuri’ – Apakah pertambangan sejahterakan orang asli Papua?
* Perusahaan terbatas pertama milik masyarakat adat didirikan di Papua – ‘Kami harus mandiri dengan aset dan potensi kami’

Deforestasi hingga 500 Hektare dan Ancaman Ekosistem Raja Ampat

Pengamatan Greenpeace Indonesia mengungkap bahwa eksploitasi nikel di Raja Ampat telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan deforestasi lahan terbesar, yakni 309 hektare, berlangsung di Pulau Gag dan sisanya di Pulau Kawe serta Manuran.

Meskipun terbilang kecil dibandingkan bukaan lahan sawit, kata Iqbal, dampaknya bagi penduduk yang tinggal di pulau-pulau kecil sangat besar. Selain itu, limpasan lumpur dari pembukaan lahan juga disebut mencemari wilayah pesisir yang banyak terdapat terumbu karang. “Di Pulau Gag sendiri kami melihat banyak terumbu karang sudah mati atau terganggu. Yang paling terlihat kasat mata adalah pembukaan lahan, deforestasi, dan limpasan lumpur ke wilayah pesisir,” kata Iqbal.

Greenpeace menemukan terdapat lima izin penambangan nikel yang aktif di Raja Ampat, yang kemudian empat di antaranya telah dicabut oleh pemerintah. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, PT Nurham di Pulau Waigeo, PT Mulia Raymond Perkasa di Kepulauan Manyaifun dan Batang Pele, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe, serta PT Gag Nikel di Pulau Gag.

Selain izin kelima perusahaan itu, Greenpeace juga menemukan ada izin-izin lain yang telah diterbitkan untuk perusahaan-perusahaan di Raja Ampat selama hampir 20 tahun. Izin-izin ini mayoritas berada di Pulau Waigeo, dengan satu izin di Kepulauan Fam, tempat bukit-bukit indah Pianemo berdiri. Iqbal mengatakan temuan ini membuktikan besarnya ancaman terhadap ekosistem Raja Ampat, yang akan merugikan masyarakat yang tinggal di sana. “Kehancuran ekosistem itu mulai dari ancaman deforestasi, kerusakan terumbu karang, dan gangguan terhadap habitat serta spesies kunci di Raja Ampat, baik di wilayah darat maupun di laut,” ujarnya.

Baca Juga :  Kisah Haru dan Mengharukan di Pemakaman Paus Fransiskus

Raja Ampat merupakan kawasan yang sangat istimewa. Lautannya adalah pusat dari segitiga karang dunia dengan lebih dari 553 spesies karang (75% dari seluruh spesies dunia), 1.070 spesies ikan karang, dan 699 jenis moluska. Di darat, terdapat 874 spesies tumbuhan (sembilan endemik), 114 spesies herpetofauna (lima endemik), 47 spesies mamalia (satu endemik), dan 274 spesies burung (enam endemik).

Pemerintah Cabut Empat Izin Perusahaan Tambang Nikel

Sepekan usai kampanye ‘SaveRajaAmpat’ menggema di media sosial, pemerintah akhirnya memutuskan untuk mencabut empat izin usaha tambang di Raja Ampat. “Bapak Presiden memutuskan, memperhatikan semua yang ada, mempertimbangkan secara komprehensif, dan Bapak Presiden memutuskan bahwa empat IUP yang di luar Pulau Gag itu dicabut. Jadi mulai terhitung hari ini, pemerintah telah mencabut empat IUP di Raja Ampat,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/06).

Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Sementara itu, PT Gag Nikel masih diizinkan beroperasi. Bahlil mengungkapkan pencabutan izin itu diambil karena pemerintah menemukan adanya pelanggaran. “Alasan pencabutan tadi sudah disampaikan bahwa pertama secara lingkungan, atas apa yang disampaikan Menteri LH kepada kami, itu melanggar. Kedua, kita juga turut mengecek di lapangan, kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi, dengan tetap memperhatikan biota laut, dan juga alat konservasi,” jelas Bahlil. Bahlil menambahkan, dari sisi lingkungan IUP milik empat perusahaan itu juga sebagian masuk ke kawasan UNESCO Global Geopark, sehingga pencabutan IUP keempat perusahaan itu menjadi krusial.

Berikut rincian izin yang dimiliki oleh lima perusahaan yang disebutkan dalam konteks ini:

PT Gag Nikel
* Memegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag.
* Telah memasuki tahap Operasi Produksi yang berlaku hingga 30 November 2047.
* Telah memiliki dokumen AMDAL, IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan), dan Penataan Areal Kerja (PAK).
* Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare telah direklamasi.
* Belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
* Mengantongi IUP Operasi Produksi yang diterbitkan 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.
* Wilayahnya memiliki luas 1.173 hektare di Pulau Manuran.
* Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
* Memegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat pada 2013 yang berlaku hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 hektare di Pulau Batang Pele.
* Kegiatan masih dalam tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
* Memiliki IUP dari SK Bupati Raja Ampat pada 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha.
* Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK pada 2022.
* Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.

PT Nurham
* Memegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat hingga 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waigeo.
* Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013.
* Hingga kini perusahaan belum berproduksi.

Baca juga:
* Polisi gelar proyek tanam jagung 1,7 juta hektare – ‘Jagung yang ditanam di Jayapura menguning, petani tak kunjung dapat cangkul’
* ‘Bom-bom itu dijadikan lonceng di balai kampung dan gereja’ – Orang asli Papua di Agimuga dan trauma tentang Peristiwa 1977
* Demianus si ‘manusia pembalut’ dari Papua – ‘Saya tidak rasa minder atau tabu’
* Pendulang emas berulang kali tewas di tengah konflik bersenjata Papua, siapa mereka dan mengapa ada di tengah hutan?
* ‘Perusahaan masuk tanpa penjelasan, jadi kami anggap mereka sebagai pencuri’ – Apakah pertambangan sejahterakan orang asli Papua?

Berita Terkait

Artis Indonesia Go International, Ini 5 yang Pilih Tinggal di AS
Lupakan Galeri Ponsel: Cara Nikmati Momen Terindah Lebih Bermakna
Keindahan Tersembunyi Dunia, Seri #18: Kenangan Indah dari Setiap Negara
Sita Kapal Madleen, Menlu Sugiono Kecam Keras Tindakan Israel
Juni 2025 Libur Panjang, Ini Dia Tanggal Merah dan Cuti Bersamanya!
Haji Aceh: 12 Tahun Menanti, Akhirnya Bisa ke Tanah Suci!
Idul Adha Meriah: Kurban, Konser, Lomba di Negeri Ibnu Khaldun
Innalillahi, Ustaz Yahya Waloni Wafat Saat Khutbah, Ceramah Terakhirnya

Berita Terkait

Jumat, 13 Juni 2025 - 03:23 WIB

Artis Indonesia Go International, Ini 5 yang Pilih Tinggal di AS

Kamis, 12 Juni 2025 - 22:22 WIB

Lupakan Galeri Ponsel: Cara Nikmati Momen Terindah Lebih Bermakna

Kamis, 12 Juni 2025 - 05:37 WIB

Raja Ampat Membara: Perjuangan Perempuan Lawan Tambang Nikel, Walau Dipenjara

Rabu, 11 Juni 2025 - 04:37 WIB

Keindahan Tersembunyi Dunia, Seri #18: Kenangan Indah dari Setiap Negara

Selasa, 10 Juni 2025 - 23:07 WIB

Sita Kapal Madleen, Menlu Sugiono Kecam Keras Tindakan Israel

Berita Terbaru

technology

Xiaomi 15 vs iPhone 16e, Duel Spek dan Harga Terbaik?

Sabtu, 14 Jun 2025 - 03:02 WIB

entertainment

Sweetdreams Calum Hood 5SOS: Lirik Lagu, Terjemahan, Makna Mendalam

Sabtu, 14 Jun 2025 - 02:47 WIB

Uncategorized

Xiaomi 15 vs iPhone 16e, Mana HP Terbaik? Spek dan Harga!

Sabtu, 14 Jun 2025 - 02:12 WIB

technology

Chromebook Plus vs Chromebook: Upgrade Worth It? Ini Bedanya!

Sabtu, 14 Jun 2025 - 01:52 WIB