JAKARTA – CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, akhirnya angkat bicara terkait permohonan pendanaan yang diajukan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) untuk pengadaan 15 unit armada pesawat baru. Rosan mengungkapkan bahwa permintaan strategis dari maskapai penerbangan nasional tersebut saat ini tengah dalam tahap evaluasi mendalam oleh pihak Danantara.
“Ya, itu bagian holding sedang mengevaluasi,” ujar Rosan kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/6). Pernyataan ini menegaskan fokus Danantara dalam meninjau secara cermat kebutuhan pengembangan armada Garuda Indonesia yang sangat krusial bagi operasional dan ekspansi perusahaan.
Lebih lanjut, Rosan menambahkan bahwa proses evaluasi yang dilakukan Danantara tidak hanya terfokus pada Garuda Indonesia semata. Menurutnya, seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah naungan holding sedang menjalani tinjauan komprehensif. Tujuan utamanya adalah untuk mengoptimalkan dan meningkatkan kinerja aset-aset yang dimiliki BUMN. “Bukan hanya Garuda, kami mengevaluasi semua BUMN yang ada. Bagaimana meningkatkan dan mengoptimalkan aset yang ada,” jelas Rosan, menunjukkan komitmen Danantara terhadap efisiensi dan profitabilitas seluruh portofolio BUMN.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatakan bahwa kebijakan dan strategi terkait aksi korporasi merupakan sepenuhnya kewenangan pemegang saham serta para pemangku kepentingan terkait. Tsani menegaskan komitmen Garuda Indonesia untuk terus berkoordinasi erat dengan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan agar perusahaan dapat beroperasi sesuai jalur dan strategi bisnis yang telah ditetapkan.
Menyikapi urgensi restrukturisasi di lingkungan BUMN, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyoroti pentingnya langkah mendesak bagi Danantara. Menurut Wijayanto, salah satu prioritas utama adalah melakukan restrukturisasi terhadap BUMN-BUMN yang tengah menghadapi masalah, termasuk Garuda Indonesia, serta BUMN-BUMN di sektor karya dan farmasi.
Wijayanto memperingatkan bahwa penundaan dalam proses restrukturisasi ini justru akan memakan biaya yang semakin besar di kemudian hari. “Jika terlambat dilakukan justru akan semakin mahal. Tetapi restrukturisasi harus tuntas, artinya harus menyelesaikan masalah bukan menyembunyikannya,” tegas Wijayanto, menekankan bahwa solusi yang diterapkan harus bersifat menyeluruh dan tidak hanya menutupi akar masalah. Kondisi keuangan dan operasional GIAA, yang juga tercermin dari grafik pergerakan sahamnya, turut menjadi perhatian utama dalam pembahasan restrukturisasi ini.