Proyeksi IHSG: Dibayangi Arus Keluar Dana Asing, Namun Tetap Tawarkan Potensi Menggiurkan
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang masih mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun berjalan dengan penguatan 0,47%. Namun, hingga penutupan perdagangan Kamis (5/6) di level 7.113,42, performa IHSG dalam lima hari terakhir justru menunjukkan pelemahan 1,19%. Kondisi ini kontras dengan bursa regional lainnya yang justru menguat signifikan, seperti KOSPI Korea Selatan yang melesat 7,08% dan Hang Seng Hong Kong yang naik 4,62% dalam periode yang sama.
Tekanan pada IHSG tidak terlepas dari aksi jual bersih (net sell) investor asing. Tercatat, selama periode 2–5 Juni 2025, investor asing membukukan *net sell* jumbo sebesar Rp 4,7 triliun di seluruh pasar modal Indonesia.
Ekky Topan, *Investment Analyst* Infovesta Kapital Advisory, menjelaskan bahwa fenomena ini mengindikasikan potensi perpindahan dana asing dari pasar keuangan Indonesia ke negara lain yang dinilai lebih menarik. “Dana tersebut bisa berpindah ke negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan suku bunga yang lebih menarik, seperti Tiongkok,” ungkap Ekky kepada Kontan, Senin (9/6).
Sementara itu, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, berpandangan bahwa hengkangnya aliran dana investor asing dari pasar modal Indonesia lebih banyak dipicu oleh sentimen domestik. Menurut Audi, ada beberapa faktor yang berkontribusi: pertama, kondisi makroekonomi yang cenderung tertekan, seperti deflasi yang terjadi tiga kali sejak awal tahun 2025, penurunan PDB Indonesia di kuartal I-2025 sebesar 4,87% (YoY), serta surplus neraca dagang yang semakin menyusut. Kedua, perlambatan kinerja saham-saham berkapitalisasi besar (*big caps*). Ketiga, keputusan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia yang akan mencapai tenggat waktu pada akhir Juni 2025, membuat pasar cenderung dalam posisi *wait and see*.
Meskipun demikian, Audi menegaskan bahwa IHSG masih memiliki daya tarik yang kuat bagi investor. “IHSG tetap memiliki ruang menarik bagi investor seiring dengan potensi *return* yang lebih tinggi dan valuasi yang menarik,” jelasnya.
Senada dengan pandangan tersebut, *Head of Research* BRI Danareksa Sekuritas Erindra Krisnawan menilai pasar saham Tanah Air masih sangat kompetitif dibandingkan dengan pasar berkembang (*emerging market*) lainnya. “Dibandingkan dengan *peers* di *emerging market*, IHSG tetap menarik dengan rasio *forward Price to Earning* (PE) 11,8 kali dan proyeksi pertumbuhan *Earnings per Share* (EPS) 12 bulan ke depan sebesar 4%, dengan potensi katalis dari penguatan nilai tukar rupiah,” tulis Erindra dalam riset yang dirilis Kamis (5/6).
BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan IHSG akan mencapai level 7.350 pada akhir 2025. Proyeksi ini didasarkan pada perkiraan pertumbuhan EPS sebesar 3% dengan rasio PE di 13,7 kali. Untuk periode kuartal kedua hingga kuartal ketiga, BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan saham-saham berkualitas dan yang berpotensi diuntungkan dari penguatan nilai tukar rupiah. Rekomendasi beli mereka mencakup PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 11.900, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan target Rp 14.000, PT Indosat Tbk (ISAT) di Rp 3.200, dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan target harga Rp 1.600.
Sementara itu, Kiwoom Sekuritas juga memberikan proyeksi IHSG untuk berbagai skenario. Untuk akhir semester I-2025, Audi memproyeksikan IHSG akan berada di area 7.225–7.250 pada skenario optimistis, 7.150–7.200 pada skenario moderat, dan 6.950–7.000 pada skenario pesimis. Lebih lanjut, untuk akhir tahun 2025, Kiwoom Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan moderat IHSG di rentang 7.500–7.700. Audi menjelaskan bahwa proyeksi ini mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi domestik, potensi stagnansi global, serta penurunan laba pada sektor perbankan, manufaktur, dan energi. Selain itu, pemangkasan suku bunga yang lebih lambat oleh Federal Reserve (Fed) juga turut memengaruhi dinamika pasar.