Dideportasi AS, Ilmuwan Ini Bangkitkan China Jadi Negara Adidaya?

Avatar photo

- Penulis

Sabtu, 7 Juni 2025 - 12:52 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Qian Xuesen: Kisah Jenius yang Membangun Kekuatan Luar Angkasa Dua Negara

Di jantung kota Shanghai, China, menjulang sebuah museum megah yang menyimpan 70.000 artefak, semuanya didedikasikan untuk seorang ilmuwan luar biasa: Qian Xuesen. Dikenal sebagai “ilmuwan rakyat” dan “bapak program luar angkasa serta rudal China,” Qian adalah sosok yang penelitiannya memungkinkan Beijing meluncurkan satelit pertamanya ke orbit dan mengembangkan rudal-rudal yang menjadi inti persenjataan nuklir negara itu. Atas jasanya yang tak ternilai, ia dihormati sebagai pahlawan nasional.

Namun demikian, di Amerika Serikat—tempat ia belajar dan berkarya selama lebih dari satu dekade—kontribusi fundamental Qian jarang diakui. Kisahnya kini kembali mencuat di media, seperti *New York Times*, seiring dengan kebijakan imigrasi ketat yang digulirkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Ketika pada 28 Mei lalu Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengumumkan pencabutan visa secara “agresif” bagi pelajar China yang terkait dengan Partai Komunis atau bidang studi “sensitif,” sejarah kelam AS seolah berputar kembali. Sejarah membuktikan bahwa upaya mengusir talenta brilian seperti Qian di masa lalu justru telah merugikan Amerika Serikat. Pertanyaannya, akankah AS kembali terperosok ke lubang yang sama, menyingkirkan sosok-sosok jenius dan mengulangi salah satu kesalahan terbesar dalam sejarah bangsanya?

Lahirnya Seorang Bintang

Qian Xuesen dilahirkan pada tahun 1911, di tengah pergolakan China yang bertransisi dari dinasti kekaisaran menuju sistem republik. Ayahnya adalah pelopor sistem pendidikan nasional modern China setelah menuntut ilmu di Jepang. Sejak usia dini, Qian sudah menunjukkan kecerdasan yang fenomenal. Ia lulus dengan predikat terbaik dari Universitas Jiao Tong di Shanghai dan meraih beasiswa bergengsi untuk melanjutkan studi di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Pada tahun 1935, Qian tiba di Boston. Meski mungkin menghadapi xenofobia dan rasisme, seperti yang diungkapkan Chris Jespersen, profesor sejarah di University of North Georgia, saat itu juga ada “harapan dan keyakinan bahwa China sedang mengalami perubahan signifikan.” Dari MIT, Qian kemudian melanjutkan pendidikan ke California Institute of Technology (Caltech), tempat ia belajar di bawah bimbingan Theodore von Karman, salah satu insinyur aeronautika paling berpengaruh di zamannya.

Di Caltech, Qian berbagi kantor dengan ilmuwan terkemuka lain, Frank Malina, anggota kunci dari kelompok inovator yang dijuluki “Suicide Squad.” Julukan itu lahir karena eksperimen roket yang mereka lakukan di kampus, termasuk beberapa percobaan dengan bahan kimia mudah menguap yang berakhir “sangat buruk,” jelas Fraser Macdonald, penulis buku *Escape from Earth: A Secret History of the Space Rocket*. Namun, ia menegaskan tidak ada yang benar-benar jadi korban. Qian, yang suatu hari terlibat diskusi matematis rumit dengan Malina dan anggota lain, segera menjadi bagian vital dari tim tersebut, menghasilkan penelitian penting tentang propulsi roket.

Pada masa itu, ilmu roket dianggap sebagai “pekerjaan orang aneh dan pemimpi,” kata Macdonald. “Tak seorang pun menganggapnya serius, dan tak ada insinyur ahli matematika yang mau mempertaruhkan reputasinya dengan menyatakan ini adalah masa depan.” Namun, pandangan itu berubah drastis seiring pecahnya Perang Dunia II (1939–1945).

Kelompok Suicide Squad menarik perhatian militer AS, yang kemudian mendanai penelitian pesawat jet dengan pendorong sayap untuk lepas landas dari landasan pendek. Pendanaan militer ini juga berperan besar dalam pendirian Laboratorium Propulsi Jet (JPL) pada tahun 1943, di bawah arahan Theodore von Karman. Qian, bersama Frank Malina, menjadi pusat dari proyek krusial tersebut.

Baca Juga :  Kepergian Paus Fransiskus dan Duka Warga Kristen Gaza

Meskipun berstatus warga negara China, pada masa itu China adalah sekutu AS, sehingga “tidak ada kecurigaan nyata terhadap ilmuwan China di pusat proyek luar angkasa Amerika,” ungkap Macdonald. Qian memperoleh izin keamanan untuk bekerja pada proyek penelitian senjata rahasia dan bahkan menjabat di Dewan Penasihat Sains pemerintah AS. Menjelang akhir perang, Qian menjadi pakar propulsi jet terkemuka di dunia. Ia bahkan dikirim bersama Von Karman dalam misi ke Jerman dengan pangkat sementara letnan kolonel, bertugas mewawancarai insinyur Nazi, termasuk Werner von Braun, ilmuwan roket paling canggih Jerman, demi menggali informasi teknologi roket mereka.

Karier yang Karam dan Badai McCarthyisme

Namun, menjelang akhir dekade itu, karier cemerlang Qian di AS tiba-tiba karam, dan kehidupannya berantakan. Pada tahun 1949, Mao Zedong mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat China, dan seketika itu pula, orang China dicap sebagai “orang jahat,” kata Jespersen. Seorang direktur baru di JPL mencurigai adanya jaringan mata-mata di laboratorium dan melaporkan beberapa staf ke FBI. “Semuanya orang China dan Yahudi,” jelas Macdonald.

Era Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet pun dimulai, membuka jalan bagi perburuan gencar terhadap orang-orang yang dicurigai komunis dalam era McCarthyisme yang mencekam. Dalam iklim paranoid ini, FBI menuduh Qian, Frank Malina, dan lainnya sebagai antek komunis yang mengancam keamanan nasional. Tuduhan terhadap Qian didasarkan pada dokumen Partai Komunis AS tahun 1938 yang menunjukkan ia menghadiri pertemuan sosial, yang dicurigai FBI sebagai pertemuan Partai Komunis Pasadena.

Meskipun Qian dengan tegas menyangkal menjadi anggota partai, sebuah studi baru menunjukkan bahwa ia memang bergabung sekitar waktu yang sama dengan Frank Malina pada tahun 1938. Namun, hal itu tidak serta merta menjadikannya seorang Marxis militan. Saat itu, menjadi komunis bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap rasisme. Mereka menentang fasisme dan segregasi, seperti memprotes pemisahan kolam renang umum di Pasadena.

Titik Balik yang Pahit: Deportasi dan Kebangkitan China

Zuoyue Wang, profesor sejarah di California Polytechnic State University, menegaskan tidak ada bukti bahwa Qian melakukan spionase untuk China atau menjadi agen intelijen saat berada di AS. Namun demikian, Qian kehilangan izin keamanannya dan ditetapkan sebagai tahanan rumah. Rekan-rekannya di Caltech, termasuk Theodore von Karman, menulis surat pembelaan kepada pemerintah, namun sia-sia.

Pada tahun 1955, setelah lima tahun menjalani tahanan rumah yang membelenggu, Presiden Dwight D. Eisenhower memutuskan untuk mendeportasi Qian kembali ke China. Ilmuwan itu pergi dengan kapal bersama istri dan kedua anaknya yang lahir di AS, sambil bersumpah kepada wartawan bahwa ia tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di Amerika Serikat. Dan ia menepati janjinya. “Ia adalah salah satu ilmuwan paling terkemuka di AS. Ia telah banyak berkontribusi dan bisa saja berkontribusi lebih banyak lagi bagi AS. Jadi, itu bukan hanya penghinaan, tetapi pengkhianatan,” ujar jurnalis dan penulis Tianyu Fang.

Qian tiba di China sebagai pahlawan, meskipun pada awalnya ia tidak langsung diterima oleh Partai Komunis. Rekam jejaknya tidak sepenuhnya bersih: istrinya adalah putri seorang pemimpin Nasionalis, dan sebelum kejatuhannya, Qian hidup nyaman di AS, bahkan pernah mengajukan permohonan kewarganegaraan Amerika. Ia baru resmi bergabung dengan Partai Komunis China pada tahun 1958. Sejak itu, ia berhati-hati untuk tetap berada di jalur aman, berhasil selamat dari pembersihan politik dan Revolusi Kebudayaan, lalu memiliki karier yang luar biasa.

Baca Juga :  Tiga Paus Afrika: Revolusi Iman dan Asal Usul Hari Valentine

Ketika ia tiba di China, pengetahuan tentang ilmu roket nyaris tak dikenal. Namun, hanya 15 tahun kemudian, ia memimpin peluncuran satelit pertama China ke luar angkasa. Selama beberapa dekade, ia melatih generasi baru ilmuwan dan meletakkan fondasi bagi Program Eksplorasi Bulan China yang ambisius. Ironisnya, program rudal yang dikembangkan Qian di China kelak digunakan untuk mengancam AS—seperti rudal Silkworm yang ditembakkan ke pasukan AS dalam Perang Teluk 1991, dan serangan terhadap kapal USS Mason pada tahun 2016 oleh pemberontak Houthi di Yaman.

Dengan mengambil langkah keras terhadap komunisme domestik, Macdonald berpendapat, AS telah mendeportasi “seseorang yang justru digunakan oleh salah satu musuh ideologisnya untuk mengembangkan program rudal dan antariksanya sendiri. Itu adalah kesalahan geopolitik yang luar biasa.” Mantan Sekretaris Angkatan Laut AS Dan Kimball, yang kemudian menjadi kepala perusahaan propulsi roket Aerojet, pernah menyebut deportasi Qian sebagai “hal terbodoh yang pernah dilakukan negara ini.”

Peringatan Sejarah di Tengah Ketegangan Baru

Saat ini, sekali lagi terjadi ketegangan besar antara China dan AS. Kini bukan lagi tentang ideologi komunisme, melainkan tentang perdagangan, keamanan teknologi, dan, menurut Trump, dugaan kegagalan China dalam menangani pandemi Covid-19. Sebagian besar warga AS mungkin tak mengenal Qian atau perannya dalam program luar angkasa Amerika, tetapi banyak warga dan mahasiswa China di AS yang mendengar kisahnya—dan melihat kemiripannya dengan situasi saat ini. “Hubungan antara AS dan China telah memburuk sedemikian rupa sehingga mereka tahu bahwa mereka mungkin dicurigai seperti generasi Qian,” jurnalis Tianyu Fang membandingkan.

Menurut Macdonald, kisah Qian merupakan peringatan keras tentang konsekuensi ketika suatu rezim menyingkirkan pengetahuan. “Sejarah ilmu pengetahuan Amerika menunjukkan bahwa sains di AS dibangun oleh para pendatang… Namun di era konservatif seperti sekarang, sejarah itu semakin sulit untuk dirayakan.”

Kontribusi JPL terhadap program luar angkasa AS, menurut Macdonald, sebagian besar diabaikan, jauh jika dibandingkan dengan kontribusi Wernher von Braun dan ilmuwan asal Jerman lainnya, yang secara diam-diam dibawa ke AS tak lama setelah Von Karman dan Qian mengunjungi mereka. Braun adalah seorang Nazi dan prestasinya diakui oleh negara, sementara Qian dan ilmuwan lainnya dalam Suicide Squad tersingkirkan. “Fakta bahwa program luar angkasa AS pertama kali dirintis oleh kaum sosialis lokal — entah Yahudi atau China— adalah kisah yang sulit diterima oleh Amerika sendiri,” tutup Macdonald.

Kehidupan Qian berlangsung hampir satu abad, sebuah periode di mana China bertransformasi dari negara yang lemah menjadi adikuasa di Bumi dan di luar angkasa. Qian adalah bagian tak terpisahkan dari transformasi itu. Namun kisahnya juga bisa menjadi kisah kebesaran bagi Amerika—jika saja tidak dikhianati.

Pada tahun 2019, China berhasil mendaratkan wahana penjelajahnya di sisi terjauh Bulan. Lokasi pendaratan itu diberi nama Kawah Von Karman—dinamai dari insinyur aeronautika yang merupakan salah satu mentor Qian. Sebuah pengakuan yang ironis, disengaja atau tidak, seolah menunjukkan bahwa antikomunisme Amerikalah yang pada akhirnya mendorong China menaklukkan luar angkasa.

Berita Terkait

Idul Adha Meriah: Kurban, Konser, Lomba di Negeri Ibnu Khaldun
Innalillahi, Ustaz Yahya Waloni Wafat Saat Khutbah, Ceramah Terakhirnya
Ustaz Yahya Waloni Tiba-tiba Ambruk Saat Khutbah Jumat
Superstitious NO NA Viral di Spotify, Ini Lirik dan Terjemahannya!
Ivan Gunawan Haji, Kini Botak Usai Tahalul: Transformasi Penampilannya!
Ustaz Yahya Waloni Wafat, MUI: Kehilangan Dai Hebat di Hari Baik
Innalillahi, Ustaz Yahya Waloni Wafat Saat Khotbah Jumat di Makassar
Ayu Ting Ting Kurban 3 Sapi Limosin Jumbo, Idul Adha Berkah!

Berita Terkait

Sabtu, 7 Juni 2025 - 18:42 WIB

Idul Adha Meriah: Kurban, Konser, Lomba di Negeri Ibnu Khaldun

Sabtu, 7 Juni 2025 - 14:42 WIB

Innalillahi, Ustaz Yahya Waloni Wafat Saat Khutbah, Ceramah Terakhirnya

Sabtu, 7 Juni 2025 - 12:52 WIB

Dideportasi AS, Ilmuwan Ini Bangkitkan China Jadi Negara Adidaya?

Sabtu, 7 Juni 2025 - 08:22 WIB

Ustaz Yahya Waloni Tiba-tiba Ambruk Saat Khutbah Jumat

Jumat, 6 Juni 2025 - 23:32 WIB

Superstitious NO NA Viral di Spotify, Ini Lirik dan Terjemahannya!

Berita Terbaru

entertainment

NO NA Falling in Love Viral di Spotify, Ini Lirik & Terjemahannya!

Minggu, 8 Jun 2025 - 03:47 WIB