Denny Sumargo Bersuara: Mendesak Prabowo Selamatkan Raja Ampat dari Ancaman Tambang Nikel
Aktor dan petualang, Denny Sumargo, baru-baru ini melayangkan seruan mendalam atas kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang kian memprihatinkan akibat aktivitas pertambangan nikel. Keprihatinan ini disampaikannya sebagai wujud kepedulian terhadap salah satu surga bahari paling penting di dunia.
Melalui sebuah unggahan video yang menyentuh di akun Instagram pribadinya, Denny Sumargo secara terang-terangan memohon kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk segera turun tangan menghentikan laju eksploitasi alam di kawasan konservasi vital tersebut. “Saya memohon yang sangat kepada Bapak Prabowo, mewakili diri saya pribadi dan aspirasi dari masyarakat Papua. Tolong ditinjau kembali kebijakan untuk pengolahan nikel di Papua. Tolong sekali Pak, bersamaku. Buat saya, tanah Papua bukan ladang eksploitasi, tapi tanah kehidupan,” ujar Denny Sumargo, seperti dikutip pada Kamis (5/6/2025).
Sebagai pribadi yang telah menjelajah lebih dari 600 pulau di Nusantara, Denny Sumargo memahami betul bahwa Papua, khususnya Raja Ampat, jauh lebih dari sekadar wilayah kaya tambang. Ia menegaskan bahwa Raja Ampat adalah ‘rumah’ bagi kekayaan hayati dan warisan budaya yang tak ternilai, sebuah harta karun yang tidak boleh dikorbankan demi kepentingan ekonomi semata.
Namun, di balik keindahan dan kekayaan tersebut, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di Raja Ampat. Keberadaan aktivitas pertambangan ini telah memicu kekhawatiran serius akan potensi kerusakan ekosistem, terutama pada kawasan pesisir dan laut yang rentan.
Menanggapi polemik ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa tambang-tambang tersebut beroperasi secara legal dan memiliki izin yang sah. Kendati demikian, pemerintah tetap akan memanggil para pemilik konsesi untuk dimintai pertanggungjawaban terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan. Bahlil juga mengklaim bahwa saat ini seluruh kegiatan penambangan telah dihentikan sementara waktu.
Terlepas dari klaim penghentian, laporan dari media dan warga lokal di Raja Ampat menunjukkan bahwa kegiatan eksploitasi tambang nikel sebelumnya telah menyebabkan sedimentasi berat. Kondisi ini secara langsung mengganggu kehidupan biota laut dan merusak keindahan bawah laut Raja Ampat yang menjadi daya tarik utama. Ironisnya, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sendiri mengaku tak memiliki kuasa penuh untuk mengintervensi izin pertambangan yang notabene dikeluarkan oleh pemerintah pusat. “Kami sangat terbatas dalam hal kewenangan. Tapi masyarakat kami merasakan langsung dampaknya,” ungkap Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menegaskan dilema yang dihadapi daerah.
Merasa adanya tekanan publik dan urgensi masalah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan kesiapan pihaknya untuk turun langsung ke lokasi tambang dan menyiapkan kajian lingkungan. Evaluasi komprehensif akan dilakukan, mencakup analisis mendalam terhadap dampak yang ditimbulkan pada konservasi laut dan darat, serta keberlanjutan hidup masyarakat adat setempat.
Gelombang kritik yang menguat terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat tidak hanya datang dari kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat adat, tetapi juga dari tokoh publik seperti Denny Sumargo. Seruan ini menjadi penegasan penting: pembangunan ekonomi tidak sepatutnya dilakukan dengan mengorbankan salah satu ekosistem terpenting di dunia. Raja Ampat, yang dikenal sebagai pusat ‘segitiga terumbu karang dunia,’ merupakan rumah bagi lebih dari 1.400 spesies ikan dan menampung 75 persen jenis karang yang ada di planet ini. Kehilangan kekayaan hayati ini, yang merupakan anugerah alam tak ternilai, bukan hanya kerugian besar bagi Indonesia, melainkan juga bagi seluruh dunia.