Saham BRIS Bergolak: Tertekan Isu Akuisisi Danantara dan Prospek Cerah Bank Syariah Indonesia
Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), dengan kode saham BRIS, mengalami tekanan signifikan pada perdagangan hari ini di tengah sentimen pasar yang bergejolak. Pelemahan ini terjadi seiring menyeruaknya kabar bahwa Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dikabarkan bakal mengakuisisi sebagian saham BSI. Saat ini, kepemilikan saham BSI mayoritas dipegang oleh tiga bank BUMN besar, yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Gerak saham BRIS terpantau memerah pada penutupan perdagangan Senin (2/6), anjlok 7% ke level Rp 2.790 per saham. Penurunan ini cukup tajam mengingat saham BRIS sempat dibuka di level Rp 3.000 per saham pada awal perdagangan. Tak hanya BRIS, saham ketiga bank BUMN yang menjadi pemegang mayoritas BSI juga turut terpuruk. Saham BMRI tercatat turun 4,25% menjadi Rp 5.075 per saham, diikuti BBRI yang terjun 5,62% ke level Rp 4.200, dan BBNI susut 2,67% menuju Rp 4.370 per saham.
Menurut sumber KONTAN, rencana aksi korporasi akuisisi saham BSI oleh Danantara ini diperkirakan akan direalisasikan pada tahun 2025. Jika kesepakatan ini terwujud, status BSI tidak lagi menjadi anak usaha Bank Mandiri, melainkan akan naik kelas menjadi entitas yang setara dengan bank-bank BUMN besar lainnya. Kendati demikian, manajemen BSI memilih bungkam saat dimintai konfirmasi, berdalih bahwa aksi korporasi tersebut sepenuhnya berada di ranah pemegang saham, dan manajemen tidak memiliki kuasa dalam perencanaan tersebut.
Isu akuisisi ini memicu beragam respons dari para analis pasar modal. Achmad Yaki, Head Online Trading BCA Sekuritas, menilai rencana pengambilalihan saham BRIS oleh Danantara dari bank-bank BUMN justru berpotensi membawa dampak positif. Yaki optimis bahwa potensi injeksi dana segar dari Danantara dapat mendorong ekspansi BRIS. “Harapannya kan agar BRIS lebih bisa ekspansif dan potensi dapat injeksi modal baru seperti BBRI, BMRI, dan BBNI, semoga saja,” ujar Yaki kepada kontan.co.id pada Senin (2/6).
Namun, Yaki juga mengingatkan bahwa potensi positif bagi BRIS bisa berbanding terbalik bagi BMRI. Pasalnya, jika BRIS berada di bawah Danantara, laba BSI tidak akan lagi dikonsolidasikan ke laporan keuangan BMRI, yang dapat berdampak negatif pada kinerja laba Bank Mandiri. Untuk saham BRIS sendiri, Yaki merekomendasikan “trading buy” dengan target harga di kisaran Rp 2.950 – Rp 3.000. Meski demikian, ia juga mencermati potensi koreksi lanjutan mengingat tekanan jual yang kuat hari ini, dengan level *support* terdekat berada di Rp 2.660 – Rp 2.700.
Di sisi lain, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menyoroti dampak rencana aksi korporasi ini bagi bank-bank BUMN. Menurutnya, pelepasan saham BSI dapat memberikan dana segar yang bisa digunakan untuk ekspansi bisnis atau pengembangan produk baru. Sementara itu, prospek bagi BSI ke depan sangat menarik. Indy berpendapat bahwa BSI dapat lebih fokus pada penetrasi sistem pengembangan syariah yang masih memiliki potensi besar. Dengan dukungan Danantara, BSI juga berpeluang mendapatkan bantuan untuk optimalisasi dana dan perbaikan struktur modal.
Indy menambahkan, jika BRIS langsung dimiliki oleh Danantara dan menyandang status sebagai bank BUMN, akses terhadap pendanaan dan proyek-proyek besar akan lebih terbuka. Namun, ia menekankan pentingnya transparansi dari Danantara terkait optimalisasi dana yang akan dilakukan. Secara keseluruhan, Indy merekomendasikan “akumulasi” untuk saham BRIS dengan target harga Rp 3.000. Sentimen akuisisi ini, meskipun menekan harga saham dalam jangka pendek, tetap membuka peluang bagi BRIS untuk bertransformasi dan memperkuat posisinya di industri perbankan syariah nasional.