Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menyoroti proyeksi nilai tukar rupiah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026. Ia menilai proyeksi tersebut cenderung pesimistis dan dapat berdampak negatif pada pasar.
KEMPPKF 2026 memperkirakan pelemahan rupiah cukup signifikan, di kisaran Rp16.500-Rp16.900 per dolar AS. Angka ini bertolak belakang dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dari Kementerian Keuangan, yakni 5,2-5,8 persen.
“Proyeksi nilai tukar di atas Rp16.000 per dolar AS mengirimkan sinyal pesimisme bagi pasar dan perekonomian secara keseluruhan,” ungkap Eko pada Kamis (29/5/2025).
1. Seharusnya pemerintah memasang asumsi rupiah lebih optimis
Eko menjelaskan bahwa pemerintah biasanya menetapkan kurs rupiah yang lebih menguat (apresiasi) ketika menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini didasarkan pada asumsi optimistis mengenai peningkatan investasi dan kinerja ekspor yang kuat.
Target investasi yang tinggi secara otomatis berimplikasi pada peningkatan aliran modal asing, termasuk investasi portofolio, yang pada akhirnya memperkuat cadangan devisa negara.
Data Bloomberg menunjukkan pelemahan rupiah pada penutupan Rabu (28/5/2025) di level Rp16.296 per dolar AS. Sentimen pasar masih dipengaruhi oleh kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
2. Optimisme pasar bisa melemah
Menurut Eko, asumsi nilai tukar rupiah yang ideal seharusnya mengikuti APBN 2025, yaitu sekitar Rp16.000 per dolar AS. Hal ini penting untuk mencegah depresiasi yang lebih dalam.
“Asumsi yang terlalu longgar, misalnya Rp16.900, berisiko memperlemah optimisme pasar. Proyeksi tersebut mengindikasikan potensi fluktuasi yang tinggi dan koreksi nilai tukar yang signifikan,” jelasnya.
3. BI optimis rupiah berpeluang balik ke Rp15.000 per dolar AS
Bank Indonesia (BI) sebelumnya menyatakan optimisme mengenai potensi penguatan rupiah ke level Rp15.000 per dolar AS.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan fokus BI saat ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global.
“Prioritas kami adalah stabilisasi nilai tukar rupiah. Ketidakpastian global masih tinggi,” ujar Denny di Gedung Bank Indonesia, Senin (26/5/2025).
Data yang dipaparkan Denny menunjukkan penguatan rupiah sebesar 2,6 persen secara month-to-date (mtd) Mei 2025. Kinerja ini lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara lain seperti dolar Singapura (1,9 persen), peso Filipina (1,03 persen), baht Thailand (2,95 persen), dan ringgit Malaysia (2,64 persen).
“Rupiah menguat 2,6 persen (mtd) Mei ini. BI berkomitmen menjaga mekanisme supply and demand dan memastikan volatilitas rupiah tetap stabil,” kata Denny.