Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan serangkaian penggeledahan di dua lokasi berbeda terkait dengan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbudristek pada kurun waktu 2019 hingga 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa kegiatan penggeledahan tersebut menyasar dua unit apartemen yang merupakan milik staf khusus Mendikbudristek pada masa itu, yang diidentifikasi dengan inisial FH dan JT. Penggeledahan dilakukan pada hari Rabu (21/5).
“Benar, tim penyidik telah melaksanakan penggeledahan di dua lokasi strategis, yakni Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2,” ungkap Harli kepada awak media pada hari Senin (26/5).
Dari apartemen milik FH yang berlokasi di Kuningan Place, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya empat unit telepon seluler dan satu unit laptop. Sementara itu, dari apartemen milik JT di Ciputra World 2, disita barang bukti berupa dua unit hardisk, satu buah flashdisk, sebuah laptop, serta beberapa dokumen penting yang terkait dengan kasus tersebut.
Sekilas Kasus
Harli menjelaskan secara rinci bahwa kasus ini bermula ketika Kemendikbudristek pada tahun 2020 merancang sebuah program pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diperuntukkan bagi satuan pendidikan tingkat dasar, menengah, dan atas, dengan tujuan mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Berdasarkan evaluasi dan pengalaman dari uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook yang dilakukan oleh Pustekom Kementerian Dikbudristek pada tahun 2018 – 2019, ditemukan berbagai kendala signifikan. Salah satunya adalah efektivitas penggunaan Chromebook sangat bergantung pada ketersediaan dan kualitas jaringan internet.
“Kondisi jaringan internet di berbagai wilayah Indonesia hingga saat ini masih belum merata. Hal ini mengakibatkan penggunaan Chromebook sebagai sarana utama untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) di satuan pendidikan menjadi kurang optimal dan tidak efektif,” papar Harli.
Berdasarkan evaluasi tersebut dan setelah melakukan perbandingan dengan beberapa sistem operasi lainnya, Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan sistem operasi Windows.
Namun, pihak Kemendikbudristek pada saat itu mengambil keputusan untuk mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang mengusulkan penggunaan spesifikasi sistem operasi Chrome, atau yang lebih dikenal dengan Chromebook.
“Terdapat indikasi kuat bahwa penggantian spesifikasi tersebut tidak didasarkan pada kebutuhan riil dan kondisi lapangan yang sebenarnya,” tegas Harli.
-
Persekongkolan
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari berbagai saksi dan alat bukti yang berhasil dikumpulkan, muncul dugaan adanya persekongkolan atau permufakatan jahat. Modusnya adalah dengan mengarahkan Tim Teknis yang baru untuk membuat kajian yang mendukung penggunaan laptop Chromebook dalam pengadaan untuk keperluan AKM serta kegiatan belajar mengajar.
Setelah melalui proses review pengadaan TIK, Kemendikbudristek mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengadaan bantuan TIK bagi satuan Pendidikan pada Tahun Anggaran 2020 – 2022 sebesar Rp 3.582.607.852.000, serta anggaran untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 6.399.877.689.000.
“Dengan demikian, total anggaran yang dialokasikan mencapai angka yang sangat signifikan, yaitu sebesar Rp9.982.485.541.000,” jelas Harli.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, tim penyidik menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi. Akibatnya, status kasus ini ditingkatkan dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan yang lebih mendalam.
Hingga saat ini, Kejagung belum menetapkan satu pun tersangka dalam perkara ini. Besaran kerugian negara yang mungkin timbul akibat dugaan korupsi ini juga belum diungkapkan secara detail.
Pihak Kemendikbudristek hingga saat ini belum memberikan komentar resmi terkait dengan adanya kasus ini.
Perlu dicatat bahwa saat ini, Kementerian tersebut telah mengalami pemecahan menjadi tiga entitas yang berbeda, yaitu Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi.