Ragamutama.com – , Jakarta – Polemik perebutan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, mencapai titik terang. Aparat penegak hukum dari Polda Metro Jaya berhasil mengamankan 17 anggota ormas tersebut pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.
Dari total 17 individu yang diamankan, enam di antaranya mengklaim sebagai pewaris sah atas lahan yang menjadi objek sengketa.
“Kami telah mengamankan tujuh belas orang, di mana 11 di antaranya merupakan anggota ormas GRIB Jaya, termasuk seorang berinisial Y, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ormas GRIB Jaya Tangsel. Enam orang lainnya mengaku sebagai ahli waris tanah ini,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Ade Ary Syam Indradi, di Tangerang, Sabtu, 24 Mei 2025, seperti dikutip dari laporan Antara.
Dalam proses pengamanan lokasi yang menjadi pusat sengketa tanah ini, Kombes Pol Ade Ary menambahkan bahwa pihaknya berhasil menyita sejumlah barang bukti yang signifikan. Barang bukti tersebut meliputi senjata tajam dan sejumlah karcis parkir yang diduga digunakan oleh anggota ormas tersebut untuk memperoleh keuntungan melalui penyewaan lahan.
“Kami menemukan beberapa atribut organisasi, catatan parkir, karcis parkir yang dikeluarkan oleh ormas GRIB Jaya, atribut dan bendera ormas tersebut, serta senjata tajam. Selain itu, kami juga menemukan bukti transfer dari penyewa lahan kepada saudara Y,” ungkapnya.
Saat ini, tim penyidik dari Polda Metro Jaya tengah melakukan investigasi mendalam terkait kasus ini. Tujuannya adalah untuk mengungkap secara tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas upaya penguasaan lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan gedung arsip BMKG.
Kasus sengketa lahan ini mencuat ke publik setelah BMKG secara resmi melaporkan dugaan pendudukan lahan negara secara ilegal oleh sebuah kelompok organisasi kemasyarakatan kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya pada hari Selasa, 20 Mei 2025.
BMKG menegaskan bahwa lahan seluas 127.780 meter persegi yang terletak di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten, merupakan aset negara yang dialokasikan untuk pembangunan gedung arsip.
“BMKG memohon bantuan dari pihak berwenang untuk menertibkan Ormas GRIB Jaya yang secara tidak sah menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG,” tegas Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, seperti yang dilansir oleh Antara.
Surat permohonan bantuan tersebut juga ditembuskan kepada Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Tangerang Selatan, serta Polsek Pondok Aren.
GRIB Jaya Menuntut Kompensasi Rp 5 Miliar
Menurut penjelasan Akhmad Taufan Maulana, gangguan keamanan terhadap lahan tersebut telah berlangsung selama hampir dua tahun, menyebabkan terhambatnya rencana pembangunan Gedung Arsip BMKG.
Proyek pembangunan gedung tersebut sebenarnya telah dimulai sejak bulan November 2023, namun terhambat oleh sekelompok individu yang mengklaim sebagai ahli waris lahan dan sejumlah anggota ormas yang terkait.
Mereka memaksa para pekerja konstruksi untuk menghentikan aktivitas mereka, menarik alat berat keluar dari lokasi proyek, dan memasang penutup pada papan proyek dengan klaim bahwa “Tanah Ini Milik Ahli Waris”.
Bahkan, ormas tersebut mendirikan posko dan menempatkan anggota mereka secara permanen di lokasi tersebut. Sebagian lahan juga disewakan kepada pihak ketiga dan telah didirikan bangunan di atasnya.
BMKG menegaskan bahwa lahan tersebut secara sah dimiliki oleh negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP Nomor 0005/Pondok Betung. Kepemilikan ini telah diperkuat oleh serangkaian putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Menurut Akhmad Taufan, Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling memperkuat, sehingga tidak diperlukan pelaksanaan eksekusi.
Meskipun memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG tetap mengutamakan pendekatan persuasif melalui koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), kecamatan, kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan individu yang mengklaim sebagai ahli waris.
Namun, Akhmad Taufan mengungkapkan bahwa pihak ormas menolak penjelasan hukum yang telah disampaikan oleh BMKG. Bahkan, dalam sebuah pertemuan, pimpinan ormas tersebut mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi proyek.
BMKG menilai bahwa tuntutan tersebut merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip merupakan kontrak multi years dengan durasi 150 hari kalender, yang dimulai sejak tanggal 24 November 2023.
Akhmad Taufan menekankan pentingnya pembangunan gedung arsip sebagai bagian integral dari layanan publik dan sistem informasi kelembagaan BMKG. Arsip memuat catatan resmi kebijakan dan keputusan yang diperlukan untuk audit, investigasi, dan keterbukaan informasi publik.
Sangkal Pernyataan, Ini Bantahan GRIB Jaya
GRIB Jaya menyatakan bahwa tindakan pendudukan lahan yang dilakukan oleh organisasinya bertujuan untuk membela ahli waris dan masyarakat yang telah menempati lahan seluas 127.780 meter persegi yang terletak di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten.
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, menjelaskan bahwa perkara tanah tersebut telah berlangsung sejak dua tahun lalu dan sedang ditangani oleh timnya.
“Tim advokasi kami tidak serta merta menerima kasus ini. Kami melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua data dan dokumen untuk melakukan pembelaan,” kata Wilson dalam keterangannya di saluran YouTube GRIB Jaya pada hari Jumat, 23 Mei 2025. Tempo telah memperoleh izin untuk mengutip pernyataan tersebut.
Wilson mengklaim bahwa akar permasalahan sengketa tanah tersebut bermula sejak tahun 1992. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada klausul putusan yang secara konkret memerintahkan masyarakat atau ahli waris yang menempati lahan tersebut untuk meninggalkan lokasi. “Tidak ada satu pun perintah (pengadilan) untuk melakukan eksekusi,” tegasnya.
Awal Mula Perebutan Lahan Sejak 2024
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika pihak terlapor memasang plang dengan tulisan ‘Tanah ini dalam pengawasan Tim Advokasi Muda dari Tim Advokasi DPP Ormas GJ’ sekitar tahun 2024.
“Kemudian, dalam proses pendalaman, tim penyelidik dari Subdirektorat Harta Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya memasang plang dengan tulisan ‘Sedang dalam proses penyelidikan’,” jelasnya.
Kombes Pol Ade Ary menambahkan bahwa pihak terlapor dalam peristiwa ini terdiri dari enam orang yang diduga merupakan anggota Ormas GJ.
Peristiwa yang dilaporkan mencakup dugaan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin, penggelapan hak atas benda bergerak, dan/atau perusakan secara bersama-sama.
Tindakan tersebut diatur oleh pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang memasuki pekarangan tanpa izin, pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas barang tidak bergerak, dan pasal 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang.
“Ini merupakan bagian dari sasaran target pemberantasan operasi preman oleh Polda Metro Jaya dan kasus ini masih berjalan, dalam proses penyelidikan, dan akan diusut tuntas,” tegasnya.
Posko Grab Jaya Dibongkar Polda
Jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan pembongkaran posko GRIB Jaya yang berdiri di lahan milik BMKG di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, pada hari Sabtu.
“Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak, yang merupakan milik BMKG,” kata Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lokasi tersebut, ditemukan bangunan yang disewakan oleh ormas kepada para pedagang.
“Mereka memberikan izin kepada beberapa pihak, pengusaha lokal seperti penjual pecel lele dan pedagang hewan kurban. Aktivitas ini dipungut biaya secara tidak sah oleh mereka,” ujar Kombes Pol Ade.
Ia mengungkapkan bahwa kegiatan pemberian izin dari ormas untuk membuka lapak kepada para pedagang tersebut diketahui telah menghasilkan keuntungan hingga puluhan juta rupiah.
“Lapak pecel lele dipungut biaya sebesar Rp 3,5 juta per bulan. Kemudian, dari pengusaha pedagang hewan kurban dipungut biaya sebesar Rp 22 juta. Kedua korban ini langsung melakukan transfer kepada anggota ormas dengan inisial Y,” katanya.
Ade menjelaskan bahwa Y menjabat sebagai ketua DPC ormas GRIB Jaya Tangsel.
Polisi mengerahkan 426 personel dari Polda Metro Jaya dan Polres Tangsel untuk melakukan pembongkaran tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi segala bentuk aktivitas premanisme di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti secara tegas.
“Oleh karena itu, masyarakat jangan ragu atau takut untuk melaporkan segala bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), peristiwa pidana, hingga gangguan-gangguan dari preman. Negara tidak boleh kalah, negara harus hadir,” tegasnya.
Menteri Agraria Turun Tangan Langsung
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa kantornya akan segera melakukan pengecekan terhadap status tanah milik BMKG yang berada di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten, yang diduduki oleh GRIB Jaya.
Nusron menegaskan bahwa tidak boleh ada ormas yang mengklaim kepemilikan tanah tanpa bukti yang kuat, terutama jika lahan tersebut merupakan barang milik negara (BMN).
“Kami akan segera mengecek masalah ini dan memberikan informasi lebih lanjut secepatnya. Pola-pola semacam ini, proses pendudukan seperti ini oleh ormas apa pun dan oleh siapa pun tidak diperbolehkan, apalagi jika menyangkut BMN atau barang milik negara, atau menyangkut kepemilikan orang lain,” kata Nusron saat menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Jumat.
Nusron menjelaskan bahwa jika ada klaim kepemilikan terhadap lahan, pihak yang mengklaim wajib menunjukkan bukti yang sah. Jika terdapat sengketa, pihak-pihak yang bersengketa wajib menyelesaikan masalah tersebut melalui jalur pengadilan. Ia juga menambahkan bahwa jika ada pihak yang mengklaim sebagai ahli waris, BPN akan melakukan pengecekan terhadap warkah tanah tersebut.
“Tidak boleh bertindak secara sembarangan,” tegas Nusron.
Nusron menjelaskan bahwa jika tanah tersebut memang milik BMKG, yang berarti merupakan barang milik negara, datanya pasti tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. “Selama masih tercatat di DJKN, kami akan menganggapnya sebagai BMN, barang milik negara,” pungkasnya.
Intan Setiawanty, Hammam Izzuddin
Pilihan Editor: Apa Kabar Penyidikan Kasus Kekerasan Seksual Kapolres Ngada?