Aturan Free Float Emiten IPO: Kemenkeu Desak Peningkatan Persyaratan

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 21 Mei 2025 - 13:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan peningkatan persentase free float bagi calon emiten yang melakukan penawaran umum perdana saham (IPO). Saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) menetapkan persyaratan free float minimal 7,5 persen.

Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu, menjelaskan bahwa kapitalisasi pasar modal Indonesia merupakan yang terendah di ASEAN, hanya mencapai 45 persen dari PDB. Potensi pengembangannya, menurutnya, sangat besar, bahkan bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat.

“Indonesia memiliki persentase free float yang sangat rendah dibandingkan negara lain, yaitu hanya 7,5 persen. Kita perlu berani memperluasnya,” ungkap Adi dalam sebuah acara di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/5).

Pada Maret 2025, kapitalisasi pasar Indonesia tercatat lebih dari USD 600.000, dengan free float market cap sekitar USD 200.000. Nilai transaksi perdagangan harian rata-rata pada bulan yang sama mencapai USD 12.230.016, jauh di bawah Singapura (USD 17.951.121), Thailand (USD 22.098.095), dan India (USD 58.325.288).

Adi menambahkan bahwa meskipun secara nominal kapitalisasi pasar Indonesia tertinggi di antara negara-negara sejenis pada 2024, angka tersebut tidak merefleksikan likuiditas sebenarnya karena rendahnya free float adjusted capitalization.

Likuiditas pasar saham nasional, yang diukur berdasarkan rata-rata nilai transaksi harian, juga masih tergolong rendah. Free float yang tinggi, menurutnya, sangat berpengaruh pada kemudahan transaksi jual-beli saham dan aktivitas investor di pasar sekunder.

Baca Juga :  Analisis Teknikal Saham BMRI, AKRA, dan GOTO: Rekomendasi untuk Trading Jumat

Selain pasar saham, Adi juga menilai pasar obligasi korporasi masih kurang berkembang. Melihat mayoritas penduduk Indonesia yang masih muda, ini merupakan waktu yang tepat untuk mendorong budaya menabung dan diversifikasi instrumen investasi, termasuk tabungan wajib (mandatory saving).

“Jika kita mendorong masyarakat untuk menabung, sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperdalam dan mendorong tabungan wajib. Namun, kita juga harus memperkuat kepercayaan dan stabilitas pasar modal,” tambahnya.

Penguatan tata kelola juga ditekankan Adi sebagai hal yang krusial. Berdasarkan survei Asian Corporate Governance Association (ACGA) terhadap 12 pasar modal di Asia Pasifik, Indonesia berada di peringkat 12 dalam hal kualitas tata kelola.

“Saya melihat ini bukan sebagai kelemahan, melainkan potensi pengembangan yang luar biasa,” tutupnya.

Asosiasi Setuju BEI Kaji Ulang Aturan Free Float IPO

Sebelumnya, BEI tengah meninjau ketentuan mengenai free float atau proporsi saham yang dapat dimiliki publik saat dan pasca IPO. Langkah ini merupakan bagian dari upaya penyempurnaan regulasi pencatatan saham.

Baca Juga :  Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Siapkan Rp 3 Triliun Buyback Saham di 2025

I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menyatakan bahwa free float merupakan indikator penting bagi perusahaan tercatat.

Gilman Pradana Nugraha, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), menilai peninjauan aturan free float memang perlu dilakukan sebagai bagian dari perbaikan berkelanjutan.

“AEI memandang langkah BEI mengkaji ulang aturan free float diperlukan untuk menyesuaikan kebijakan pasar modal agar lebih adaptif terhadap dinamika pelaku usaha, tanpa mengabaikan prinsip keterbukaan dan likuiditas pasar,” jelas Gilman kepada kumparan, Selasa (20/5).

Dampak penyesuaian aturan ini, menurut Gilman, bervariasi tergantung karakteristik masing-masing calon emiten. Namun, penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan investor.

Foto: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu, Adi Budiarso di acara Indonesian Business Council (IBC) di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/5). Foto: Muhammad Fhandra/kumparan

Berita Terkait

Gubernur BI Ungkap Alasan Penurunan Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%
Sritex Bangkrut: Kisah Pendirian, Kejayaan, dan Akhir Tragis
Harga Minyak Brent Sentuh US$ 66, WTI Naik: Analisis Kenaikan 21 Mei
Saham Asing Diobral Saat IHSG Naik: Peluang atau Jebakan?
BBCA dan ANTM Diborong Asing: Peluang Investasi Saham Potensial?
Pertamina Resmikan PLTS Atap Terbesar, Kilang Balikpapan Makin Hijau
Investor Perlu Belajar dari Kasus Sritex (SRIL), Begini Kata Analis
Investor SRIL Cemas: Iwan Setiawan Lukminto Ditahan, Saham Sritex Terancam?

Berita Terkait

Kamis, 22 Mei 2025 - 02:24 WIB

Gubernur BI Ungkap Alasan Penurunan Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%

Kamis, 22 Mei 2025 - 01:57 WIB

Sritex Bangkrut: Kisah Pendirian, Kejayaan, dan Akhir Tragis

Kamis, 22 Mei 2025 - 01:53 WIB

Harga Minyak Brent Sentuh US$ 66, WTI Naik: Analisis Kenaikan 21 Mei

Kamis, 22 Mei 2025 - 01:36 WIB

Saham Asing Diobral Saat IHSG Naik: Peluang atau Jebakan?

Kamis, 22 Mei 2025 - 00:48 WIB

BBCA dan ANTM Diborong Asing: Peluang Investasi Saham Potensial?

Berita Terbaru

Public Safety And Emergencies

Israel Kembali Kepung Rumah Sakit Gaza: Situasi Kritis!

Kamis, 22 Mei 2025 - 02:21 WIB

finance

Sritex Bangkrut: Kisah Pendirian, Kejayaan, dan Akhir Tragis

Kamis, 22 Mei 2025 - 01:57 WIB