Ragamutama.com – JAKARTA. Performa perusahaan terbuka di industri perunggasan sempat tertekan akibat tren penurunan harga daging ayam yang berlangsung sejak awal tahun ini. Meskipun demikian, prospek kenaikan harga, ditambah dengan biaya pakan yang relatif stabil, memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja perusahaan unggas sepanjang tahun 2025.
Akibat kelebihan pasokan yang membanjiri pasar, harga ayam broiler mengalami penurunan sebesar 10,8% secara tahunan (yoy) dan 4,7% secara kuartalan (qoq), mencapai rata-rata Rp 19.220 per ekor pada kuartal I 2025.
Lebih lanjut, pada bulan April, harga ayam hidup juga mengalami penurunan signifikan sebesar 17,7% secara bulanan (mom), turun ke rata-rata Rp 15.366 per kilogram.
Perayaan Hari Besar Jadi Katalis Positif bagi Emiten Unggas, Cek Rekomendasi Sahamnya
Namun, permasalahan kelebihan pasokan ini berhasil diatasi melalui program pemusnahan sukarela atau voluntary culling. Dampaknya segera terlihat dengan adanya peningkatan harga ayam hidup menjadi rata-rata Rp 17.400 per kilogram pada pekan-pekan awal Mei.
Menurut Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, tindakan ini diperkirakan akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan.
“Dengan mempertimbangkan bahwa harga ayam hidup telah melewati titik terendahnya, terdapat potensi kenaikan harga ayam hidup seiring dengan berkurangnya pasokan dan meningkatnya penyerapan ayam pada semester II 2025,” ungkap Victor dan Wilastita dalam riset yang dipublikasikan pada 16 Mei 2025.
Selain itu, Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis, juga menyoroti potensi peningkatan perolehan laba oleh perusahaan-perusahaan di sektor perunggasan.
“Harga jagung yang stabil juga masih berpotensi untuk meningkatkan bottom line perusahaan karena biaya produksi tetap terjaga,” jelas Abdul kepada Kontan, pada Jumat (16/5).
Memang benar, setelah musim panen, harga jagung lokal mengalami sedikit kenaikan menjadi Rp 5.200 per kilogram. Namun demikian, sejak pertengahan April hingga pertengahan Mei saat ini, rata-rata harga mingguan cenderung stabil di level Rp 5.100 per kilogram.
Selain itu, harga soybean meal (tepung bungkil kedelai) pada bulan Mei 2025 ini juga masih tergolong ekonomis, dengan harga rata-rata US$ 228 per ton. Secara bulanan, harganya mengalami penurunan sebesar 1%. Sementara secara tahunan, penurunannya mencapai 22%.
Program MBG Tak Banyak Mendorong Kinerja Emiten Unggas, Cek Rekomendasi Analis
Walaupun demikian, perusahaan unggas juga masih dihadapkan pada beberapa tantangan. Salah satunya adalah risiko penurunan daya beli masyarakat.
Selain itu, Victor dan Wilastita juga menyoroti program strategis pemerintah, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG), yang sebelumnya diharapkan dapat mendorong kinerja perusahaan unggas.
Menurut proyeksi mereka, program MBG hanya mampu menyerap sekitar 3,4% dari estimasi total permintaan daging ayam di sektor unggas, yang diperkirakan mencapai 3,6 juta ton hingga akhir tahun nanti. Padahal, sebelumnya Victor dan Wilastita memperkirakan program ini mampu menyerap hingga 5,8% dari total permintaan daging ayam sepanjang tahun 2025.
“Intervensi pemerintah menjadi salah satu faktor risiko yang perlu diperhatikan oleh perusahaan unggas,” jelas Victor dan Wilastita.
Adu Kuat Emiten Unggas JPFA & CPIN di Tahun 2025, Mana yang Lebih Prospektif?
Meskipun demikian, secara keseluruhan, Victor dan Wilastita tetap mempertahankan rating overweight untuk sektor perunggasan. Dengan kata lain, mereka optimis bahwa kinerja sektor ini akan mengalami peningkatan hingga akhir tahun nanti.
Secara spesifik, Victor dan Wilastita merekomendasikan saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) karena valuasi sahamnya dinilai menarik, prospek pendapatan yang menjanjikan, serta posisi saham yang underweight. Hingga akhir tahun, mereka menargetkan harga saham CPIN mencapai level Rp 6.800 per saham.
Sementara itu, Abdul merekomendasikan saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dengan rating buy dan target harga Rp 2.420 per saham hingga akhir tahun.