Ragamutama.com JAKARTA. Euforia sempat mewarnai pasar usai sinyal de-eskalasi perang dagang muncul, namun perkiraan terbaru menunjukkan bahwa laju kenaikan harga minyak dunia cenderung akan tertahan hingga penghujung tahun 2025.
Menurut data yang dirilis oleh Trading Economics, harga West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan penguatan sebesar 5,87% dalam sepekan terakhir, didorong oleh sentimen positif yang beredar di pasar global. Kendati demikian, pada hari Rabu (14/5) pukul 17.27 WIB, harga minyak WTI mengalami koreksi, mengurangi kenaikannya sebesar 1,24% menjadi US$ 62,87 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Brent juga menunjukkan tren serupa, dengan kenaikan 5,42% selama seminggu terakhir dan penurunan harian sebesar 1,12% menjadi US$ 65,87 per barel.
Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, menyoroti bahwa dinamika harga minyak dunia dalam sepekan terakhir mencerminkan tarik-menarik kompleks antara potensi gangguan pasokan akibat sanksi Iran dan harapan akan peningkatan permintaan seiring dengan pemulihan perdagangan global.
“Kedua faktor ini masih menjadi penentu utama arah pergerakan harga minyak di masa depan,” ungkap Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (14/5).
Harga Minyak Reli: WTI dan Brent Ditutup Menguat Lebih dari 2,5%
Namun, keseimbangan yang ada saat ini juga berpotensi memicu berbagai tantangan, termasuk respons produksi yang terhambat dari negara-negara produsen, kekhawatiran terhadap laju pertumbuhan ekonomi global yang melambat, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, serta reaksi pasar terhadap fluktuasi harga yang terjadi.
“Dengan demikian, meskipun terdapat peluang kenaikan, lajunya diperkirakan akan relatif terbatas,” jelas Sutopo.
Data terbaru per Rabu (14/5) dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS mengalami lonjakan signifikan sebesar 4,29 juta barel. Angka ini jauh melampaui ekspektasi pasar dan secara langsung mengindikasikan penurunan permintaan minyak di AS.
Menurut Sutopo, tanpa adanya kepastian tren kenaikan yang berkelanjutan, arah pergerakan harga minyak selanjutnya akan sangat bergantung pada perkembangan berbagai faktor yang terus dipantau secara cermat, mulai dari manuver geopolitik hingga implementasi kesepakatan dagang, data ekonomi, dan strategi produksi global.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyimpulkan bahwa tren kenaikan harga minyak saat ini akan diredam oleh beberapa faktor krusial, termasuk pemulihan produksi oleh organisasi negara pengekspor minyak bumi (OPEC+), tren elektrifikasi kendaraan, serta perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global yang disebabkan oleh kebijakan dan sikap Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang cenderung berubah-ubah.
Lukman memproyeksikan bahwa harga minyak mentah WTI akan berkisar antara US$ 50,00 – US$ 55,00 per barel hingga akhir tahun 2025, sementara harga minyak mentah Brent diperkirakan akan bergerak di kisaran US$ 53,00 – US$ 58,00 per barel.
Harga Minyak Naik, Pasar Pertimbangkan Perkembangan Perdagangan AS-China
Sementara itu, Sutopo mengakui bahwa menetapkan perkiraan tunggal yang definitif merupakan tantangan tersendiri. Jika mengacu pada proyeksi Goldman Sachs yang memperkirakan harga minyak WTI di kisaran US$ 58,00 per barel dan Brent di kisaran US$ 62,00 per barel, Trading Economics melihat potensi harga minyak WTI di kisaran US$ 70,00 per barel dan Brent di kisaran US$ 73,00 per barel. Long Forecast bahkan mengestimasi harga minyak mentah Brent berpotensi mencapai US$ 83,00 per barel.
“Perbedaan proyeksi ini mencerminkan tingkat ketidakpastian yang melekat pada pasar minyak. Oleh karena itu, proyeksi harga di masa depan sangat bergantung pada arah pasar yang akan terus dibentuk oleh evolusi lanskap geopolitik dan kondisi ekonomi global,” pungkas Sutopo.