“`html
Kabar gembira datang dari arena perdagangan global: kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan China untuk menurunkan tarif impor diyakini membawa dampak positif bagi stabilitas ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia.
Para pengamat ekonomi melihat kesepakatan penting ini sebagai peluang strategis yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Pemanfaatan ini dapat berupa perluasan pasar ekspor dan penguatan kerja sama perdagangan, khususnya dengan mitra dagang utama, AS.
Myrdal Gunarto, seorang ekonom dengan keahlian di bidang Industri dan Global Markets dari Maybank Indonesia, menyatakan bahwa kesepakatan ini berpotensi besar untuk menenangkan gejolak yang sering terjadi di pasar keuangan internasional.
“Kelihatannya, kesepakatan ini akan semakin mengurangi tingkat volatilitas yang ada di pasar keuangan global. Bagi Indonesia, ini adalah sinyal yang sangat positif karena menunjukkan bahwa Amerika Serikat terbuka untuk proses negosiasi yang konstruktif,” jelas Myrdal kepada kumparan, pada hari Senin (12/5).
Beliau juga menyampaikan harapannya agar pendekatan negosiasi yang terbuka antara AS dan China dapat diterapkan pula dalam hubungan dagang antara AS dan Indonesia, terutama terkait dengan potensi penerapan tarif baru yang diinisiasi oleh pemerintahan Trump.
Sementara itu, Ibrahim Assuaibi, seorang Pengamat Pasar Modal dan Keuangan, berpendapat bahwa China tetap memiliki posisi yang kuat dalam perekonomian global, meskipun tarif yang dikenakan AS atas produk-produknya masih cenderung tinggi.
Menurutnya, ada kemungkinan besar bahwa China akan membuka jalur ekspor baru ke berbagai negara di seluruh dunia, termasuk wilayah ekonomi ASEAN yang sedang berkembang pesat.
“Salah satu negara yang menjadi target adalah Indonesia, juga Vietnam, Kamboja, Malaysia, bahkan negara-negara di benua Afrika dan Eropa Timur. Negara-negara anggota BRICS juga berpotensi menjadi sasaran ekspansi baru bagi Tiongkok,” ungkap Ibrahim kepada kumparan, Senin (12/5).
Ibrahim menambahkan bahwa Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis melalui berbagai pendekatan yang dilakukan kepada Pemerintah AS. Ada tiga poin penting yang diajukan, yaitu pengurangan biaya impor menjadi 0-5 persen, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh), serta penerapan kebijakan fiskal dan deregulasi non-fiskal yang lebih fleksibel.
“Ada kemungkinan besar bahwa usulan ini akan diterima dengan baik oleh pemerintah AS,” ujarnya dengan optimis.
Sebelumnya, telah diumumkan bahwa AS dan China telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif impor secara signifikan. Produk-produk yang berasal dari AS dan masuk ke pasar China sekarang dikenakan tarif sebesar 10 persen, sementara barang-barang yang berasal dari Tiongkok dan masuk ke AS dikenakan tarif sebesar 30 persen.
Mengutip laporan dari Bloomberg pada hari Senin (12/5), kesepakatan ini akan berlaku selama periode 90 hari sebagai bagian dari upaya bersama kedua negara untuk meredakan ketegangan perdagangan yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Beijing telah memangkas tarif atas produk-produk AS dari sebelumnya 125 persen menjadi hanya 10 persen. Sementara itu, pemerintah Washington juga mengurangi bea masuk untuk barang-barang China dari 145 persen menjadi 30 persen.
“`