Misteri Penyakit Langka di Brasil: Pernikahan Sepupu Jadi Penyebab Utama?

- Penulis

Sabtu, 10 Mei 2025 - 20:40 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Silvana Santos masih terbayang jelas wajah para tetangganya di sebuah kota kecil di pedalaman Brasil. Ia mengingat betul, bagaimana banyak anak-anak di sana kehilangan kemampuan untuk berjalan.

Kota yang terletak jauh dari hiruk pikuk perkotaan itu bernama Serrinha dos Pintos, berada di wilayah timur laut Brasil dan dihuni oleh tak lebih dari 5.000 jiwa.

Serrinha dos Pintos menjadi ladang penelitian bagi ahli biologi sekaligus pakar genetika, Silvana Santos. Di sanalah ia berhasil mengidentifikasi dan memberikan nama pada kondisi medis yang sebelumnya belum terjamah: sindrom Spoan.

Sindrom ini dipicu oleh mutasi genetik dan menyerang sistem saraf, mengakibatkan tubuh melemah secara progresif. Sindrom ini baru termanifestasi jika gen yang termutasi diwariskan dari kedua orang tua.

Penelitian mendalam yang dilakukan Santos menandai momen pertama penyakit ini berhasil dideskripsikan secara ilmiah di dunia. Berkat sumbangsihnya yang luar biasa, ia dinobatkan sebagai salah satu dari 100 perempuan paling berpengaruh versi BBC pada tahun 2024.

Namun, jauh sebelum kehadiran Santos, keluarga-keluarga di kota tersebut hidup dalam ketidakpastian, tanpa pemahaman yang jelas mengenai penyakit misterius yang merenggut kesehatan anak-anak mereka.

Kini, warga Serrinha dos Pintos dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan tentang sindrom Spoan dan dasar-dasar genetika.

“Dia memberikan kami diagnosis yang selama ini kami impikan. Setelah penelitiannya, bantuan mulai berdatangan, dari bantuan finansial, kursi roda, hingga dukungan moril,” ungkap Marquinhos, salah seorang pasien.

Serrinha dos Pintos: Sebuah Dunia yang Terpencil

Silvana Santos bermukim di São Paulo, kota metropolitan terbesar dan termakmur di Brasil. Di kota ini, ia menjalin relasi dengan sejumlah tetangga yang ternyata memiliki ikatan keluarga yang erat dari Serrinha dos Pintos.

Beberapa di antaranya adalah sepupu dekat yang kemudian memutuskan untuk menikah satu sama lain.

“Banyak orang di sana yang tidak bisa berjalan, tetapi tidak ada yang tahu mengapa,” ungkap seorang tetangga kepada Santos, menceritakan kondisi yang dialami warga Serrinha.

Salah satu putri tetangganya, Zirlândia, menderita kondisi yang menyebabkan tubuhnya semakin lemah.

Sejak kecil, matanya bergerak tanpa kendali dan tubuhnya sering kali lemas, sehingga ia membutuhkan kursi roda untuk beraktivitas dan bantuan untuk melakukan tugas-tugas sederhana.

Melalui penyelidikan yang intensif selama bertahun-tahun, Santos dan tim penelitinya berhasil mengidentifikasi penyakit tersebut sebagai manifestasi dari kelainan genetik yang sebelumnya belum pernah terdokumentasi: sindrom Spoan.

Mereka kemudian menemukan 82 kasus serupa lainnya di berbagai belahan dunia.

Atas undangan para tetangganya, Santos kemudian menyempatkan diri mengunjungi Serrinha dos Pintos untuk berlibur. Ia menggambarkan kunjungannya itu sebagai langkah memasuki “dunianya sendiri”.

Bukan hanya karena lanskap pegunungan yang memukau, tetapi juga karena momen tersebut menjadi sebuah titik balik penting dalam hidupnya.

Semakin ia menjelajahi kota itu dan berinteraksi dengan penduduk setempat, semakin ia terkejut mendapati betapa lazimnya praktik pernikahan antarsepupu terjadi di sana.

Baca Juga :  Drama Liga Inggris: MU Imbang, Liverpool Tumbang, Southampton Degradasi di Pekan 31!

Keterpencilan Serrinha dos Pintos dan minimnya migrasi penduduk ke luar kota, menyebabkan banyak warga memiliki hubungan kekerabatan yang erat. Hal inilah yang membuat pernikahan antarsepupu menjadi hal yang biasa.

Banyak pasangan yang baru menyadari bahwa mereka memiliki hubungan darah setelah menikah.

Sebagian lainnya sudah mengetahui hubungan tersebut, tetapi meyakini bahwa ikatan semacam itu akan mempererat pernikahan dan memberikan dukungan yang lebih kuat bagi keluarga.

Pernikahan antarsaudara cukup umum di berbagai belahan dunia—diperkirakan mencapai sekitar 10 persen—dan sebagian besar anak yang lahir dari pernikahan semacam ini dalam kondisi sehat, menurut para ahli.

Namun, pernikahan antarsaudara juga meningkatkan risiko terjadinya kelainan genetik yang diturunkan melalui keluarga.

“Jika pasangan yang tidak memiliki hubungan darah memiliki anak dengan kelainan genetik langka atau cacat, kemungkinannya sekitar 2%-3%. Untuk pernikahan antarsepupu, risikonya meningkat menjadi 5%-6% per kehamilan,” jelas ahli genetika Luzivan Costa Reis dari Universitas Federal Rio Grande do Sul di Brasil.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa lebih dari 30% pasangan di Serrinha masih memiliki hubungan darah, dan sepertiga dari mereka memiliki setidaknya satu anak penyandang disabilitas.

Perjalanan Panjang Menuju Diagnosis

Santos bertekad untuk mengungkap jenis penyakit yang menghantui penduduk Serrinha. Ia kemudian merancang studi genetika mendalam yang mengharuskannya melakukan perjalanan berulang kali, hingga akhirnya memutuskan untuk menetap di wilayah tersebut.

Ia harus menempuh perjalanan sejauh 2.000 kilometer dari dan ke São Paulo pada tahun-tahun awal penelitiannya.

Ia mengumpulkan sampel DNA dari rumah ke rumah, bercengkerama sambil menikmati kopi dan menyimak kisah-kisah dari para keluarga, sembari berupaya menemukan mutasi genetika yang menjadi penyebab penyakit tersebut.

Awalnya, Santos hanya merencanakan kerja lapangan selama tiga bulan, tetapi kemudian berubah menjadi pengabdian selama bertahun-tahun.

Segala upaya itu bermuara pada publikasi studi tim pada tahun 2005 yang mengungkap keberadaan sindrom Spoan di pedalaman Brasil.

Tim Santos juga menemukan bahwa mutasi genetika tersebut melibatkan hilangnya sebagian kecil kromosom, yang menyebabkan gen memproduksi protein kunci secara berlebihan di sel-sel otak.

“Mereka bilang penyakit itu berasal dari Maximiano, seorang tukang selingkuh di keluarga kami,” kenang Lolô, seorang petani yang putrinya bernama Rejane menderita sindrom Spoan.

Lolô, yang kini berusia 83 tahun, menikah dengan sepupunya dan tidak pernah meninggalkan Serrinha. Ia masih menggembalakan ternak dan mengandalkan keluarganya untuk merawat Rejane yang kesulitan beraktivitas.

Namun, mutasi genetika di balik sindrom Spoan ternyata jauh lebih tua daripada legenda Maximiano. Mutasi itu kemungkinan muncul lebih dari 500 tahun yang lalu, bersamaan dengan kedatangan para pemukim Eropa awal di timur laut Brasil.

“Studi sekuensing menunjukkan garis keturunan Eropa yang kuat pada pasien, yang mendukung catatan tentang keberadaan orang Portugis, Belanda, dan Yahudi Sephardi di wilayah tersebut,” jelas Santos.

  • Perempuan yang tidak bisa merasakan sakit, stres, atau takut akibat mutasi gen langka
  • ‘Saya menerima 36 transfusi darah selama kehamilan’ – Perjuangan perempuan dengan kelainan darah lalui kehamilan dan melahirkan bayinya
  • Kisah keluarga tanpa sidik jari, kondisi genetik langka yang membuat mereka sulit masuk ke negara lain
Baca Juga :  Libur Lebaran 2025: Rekomendasi 4 Wisata Air Terpopuler di Cilegon, Banten

Teori ini semakin diperkuat setelah dua kasus sindrom Spoan ditemukan di Mesir dan penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kasus-kasus di Mesir juga memiliki garis keturunan Eropa, yang mengindikasikan asal usul yang sama di Semenanjung Iberia.

“Kemungkinan besar kasus ini berasal dari orang-orang Yahudi Sephardic atau Moor yang melarikan diri dari Inkuisisi,” kata Santos.

Inkuisisi adalah pengadilan atau lembaga Gereja Katolik yang dibentuk untuk menyelidiki dan menghukum orang-orang yang dianggap sesat atau menyimpang dari ajaran gereja.

Ia juga meyakini bahwa kasus-kasus lain mungkin saja tersebar di seluruh dunia, terutama di Portugal.

Memahami Risikonya

Meskipun belum ada kemajuan signifikan dalam hal penyembuhan, pelacakan pasien telah membawa perubahan yang berarti.

Rejane mengingat bagaimana orang-orang dulu menyebut mereka “cacat”. Sekarang, mereka hanya disebut mengidap Spoan.

Kursi roda tidak hanya memberikan kemandirian, tetapi juga membantu mencegah kelainan bentuk—di masa lalu, banyak penderita kondisi tersebut hanya terbaring di tempat tidur atau di lantai.

Seiring perkembangan sindrom Spoan, keterbatasan fisik akan semakin memburuk seiring bertambahnya usia. Dan pada usia 50 tahun, hampir semua pasien menjadi sangat bergantung pada orang lain.

Hal ini dialami oleh anak-anak Inés, yang termasuk generasi tertua di Serrinha.

Chiquinho, 59 tahun, tidak bisa lagi berbicara. Marquinhos, yang berusia 46 tahun, memiliki kemampuan komunikasi yang terbatas.

“Sangat sulit memiliki anak yang ‘istimewa’. Kami mencintai mereka dengan cara yang sama, tetapi kami juga ikut menderita untuk mereka,” ucap Inés yang menikah dengan sepupu keduanya.

Larissa Queiroz, 25 tahun, keponakan Chiquinho dan Marquinho, juga menikah dengan seorang saudara jauh. Ia dan suaminya, Saulo, baru mengetahui bahwa mereka memiliki nenek moyang yang sama setelah beberapa bulan berpacaran.

“Di Serrinha dos Pintos, kami semua adalah sepupu. Kami memiliki keterikatan dengan semua orang,” kata Larissa.

Pasangan seperti Larissa dan Saulo menjadi fokus proyek penelitian baru yang melibatkan Santos.

Didukung oleh Kementerian Kesehatan Brasil, proyek ini akan menyaring 5.000 pasangan untuk mencari gen yang terkait dengan penyakit resesif serius.

Tujuannya bukanlah untuk menghentikan pernikahan sepupu, melainkan untuk membantu pasangan memahami risiko genetik yang mungkin mereka hadapi, jelas Santos.

Saat ini, Santos menjadi profesor di sebuah universitas. Ia juga memimpin pusat pendidikan genetika dan berupaya memperluas pengujian di wilayah timur laut Brasil.

Meskipun ia tidak lagi tinggal di Serrinha dos Pintos, setiap kunjungannya terasa seperti pulang ke rumah.

“Rasanya Silvana Santos sudah menjadi bagian dari keluarga kami,” tutur Inés.


Berita Terkait

Minecraft Adiktif: Ini Alasan Anak-Anak Terus Memainkannya
Minecraft: Dampak dan Cara Bijak Mengatasi Kecanduan Game Online pada Anak
Rizka Anungnata, Eks Penyidik KPK, Absen Beri Keterangan di Sidang Hasto
Rizka Anungnata, Eks Penyidik KPK, Absen dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Mengapa?
Panduan Lengkap: Tips Aman & Nyaman Liburan dengan Bus Pariwisata
Ijazah Jokowi Diperkarakan: Rektor UGM dan Dosen Digugat di Sleman
Persib Bandung Ditahan Imbang Barito Putera, Skor Akhir 1-1 di Liga 1
Tragis! Turis India Terlantar: Penerbangan Batal, Bandara Malaysia Jadi Neraka

Berita Terkait

Sabtu, 10 Mei 2025 - 20:40 WIB

Misteri Penyakit Langka di Brasil: Pernikahan Sepupu Jadi Penyebab Utama?

Sabtu, 10 Mei 2025 - 18:00 WIB

Minecraft Adiktif: Ini Alasan Anak-Anak Terus Memainkannya

Sabtu, 10 Mei 2025 - 17:56 WIB

Minecraft: Dampak dan Cara Bijak Mengatasi Kecanduan Game Online pada Anak

Sabtu, 10 Mei 2025 - 15:04 WIB

Rizka Anungnata, Eks Penyidik KPK, Absen Beri Keterangan di Sidang Hasto

Sabtu, 10 Mei 2025 - 15:00 WIB

Rizka Anungnata, Eks Penyidik KPK, Absen dalam Sidang Hasto Kristiyanto: Mengapa?

Berita Terbaru

technology

Google Chrome Lindungi Pengguna: AI Tangkal Penipuan Online!

Minggu, 11 Mei 2025 - 00:59 WIB