Ragamutama.com – , Jakarta – Mansuetus Darto, anggota Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), melayangkan kritik terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025. Peraturan ini mewajibkan para eksportir untuk menyimpan 100 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA) dalam sistem keuangan nasional selama periode 12 bulan. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi membawa dampak signifikan, tidak hanya bagi para pelaku usaha besar, tetapi juga bagi petani kecil yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit.
Darto menjelaskan lebih lanjut bahwa petani kecil umumnya tidak melakukan ekspor hasil panen sawit secara langsung. Mereka biasanya menjual hasil panen mereka kepada koperasi, tengkulak, atau perusahaan pengolahan kelapa sawit. Akan tetapi, dalam ekosistem rantai pasok kelapa sawit yang kompleks, pabrik kelapa sawit, sebagai pengolah utama tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh petani kecil, sangat bergantung pada keberadaan dan aktivitas para eksportir kelapa sawit. “Kebijakan ini memang ditujukan untuk eksportir, namun jika mereka terkena dampak negatif, maka seluruh mata rantai di bawahnya juga akan merasakan hal yang sama,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dirilis pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
Sebagai ilustrasi, Darto memberikan contoh bahwa apabila seluruh eksportir mengalami kesulitan untuk membeli TBS atau CPO dari perusahaan sawit karena dana mereka tertahan, maka secara otomatis eksportir juga tidak akan mampu membeli CPO dari pabrik-pabrik sawit. Akibatnya, produksi pabrik-pabrik sawit yang tidak terserap pasar akan menyebabkan petani kesulitan menjual hasil panen mereka, bahkan harga TBS bisa merosot tajam atau tidak laku sama sekali.
Lebih lanjut, Darto memprediksi bahwa para eksportir akan cenderung lebih selektif dalam memilih pemasok bahan baku sawit. Dengan keterbatasan dana yang dimiliki, mereka kemungkinan besar akan memprioritaskan pembelian bahan baku dari grup perusahaan mereka sendiri. Konsekuensi akhirnya adalah banyak pabrik yang terpaksa tutup dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.
Darto menambahkan bahwa apabila perusahaan eksportir mengalami kesulitan likuiditas akibat kewajiban menyimpan DHE di dalam negeri selama 12 bulan, sangat mungkin mereka akan lebih selektif dalam membeli bahan baku atau TBS, atau bahkan menekan harga beli dari petani. Namun, sebaliknya, jika stabilitas nilai tukar membaik dan aktivitas ekspor meningkat, harga TBS berpotensi ikut naik, memberikan keuntungan bagi petani.
Meskipun petani sawit kecil tidak terlibat langsung dalam aktivitas ekspor, Darto menegaskan bahwa mereka tetap akan merasakan dampak dari kebijakan ini. Dampaknya bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada bagaimana perusahaan dan pemerintah mengelola transisi kebijakan ini. Ia menyarankan agar perkebunan diperlakukan sama dengan sektor lain, seperti minyak dan gas, di mana hanya 30 persen DHE yang wajib disimpan, bukan 100 persen.
Pilihan Editor: Mengapa Swasembada Energi Prabowo Bakal Sulit Tercapai