Emiten Kawasan Industri Tertekan: Peluang Investasi Saham Masih Ada?

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 8 Mei 2025 - 20:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“`html

Ragamutama.com JAKARTA. Kinerja beberapa perusahaan properti yang berfokus pada kawasan industri menunjukkan perlambatan sepanjang kuartal pertama tahun 2025. Situasi ini dipicu oleh imbas perang dagang yang diakibatkan oleh kebijakan tarif balasan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Donald Trump.

Sebagai contoh, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melaporkan perolehan pendapatan sebesar Rp 1,06 triliun pada kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 2,1% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang mencatatkan Rp 1,09 triliun.

VP of Investor Relations & Sustainability SSIA, Erlin Budiman, menjelaskan bahwa terjadi penurunan signifikan sebesar 57,3% year-on-year (yoy) dari segmen perhotelan, yang tercatat sebesar Rp99,6 miliar hingga Maret 2025. Hal ini disebabkan oleh penutupan sementara Hotel Melia Bali untuk keperluan renovasi yang dimulai sejak Oktober 2024.

“Meskipun segmen perhotelan mengalami penurunan sementara akibat renovasi yang telah direncanakan, SSIA melihat ini sebagai sebuah investasi strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas portofolio hotel dan mencapai nilai tambah yang lebih tinggi dalam jangka menengah,” ujar Erlin dalam pernyataan persnya pada hari Rabu (7/5).

Hingga akhir Maret lalu, SSIA mencatatkan rugi bersih konsolidasian sebesar Rp21,7 miliar, mengalami peningkatan dibandingkan dengan rugi bersih sebesar Rp14,9 miliar pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Surya Semesta Internusa (SSIA) Bukukan Pendapatan Rp 1,06 Triliun pada Kuartal I-2025

Selanjutnya, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 508 miliar pada kuartal I 2025. Pencapaian ini sedikit menurun, sekitar 7,5%, dibandingkan dengan pendapatan usaha pada kuartal pertama tahun 2024 yang mencapai Rp 549 miliar.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan DMAS, Tondy Suwanto, mengungkapkan bahwa segmen industri masih menjadi penyumbang kontribusi terbesar bagi pendapatan perusahaan. Pendapatan usaha dari sektor industri pada kuartal pertama tahun 2025 mencapai Rp 475,9 miliar, atau sekitar 93,7% dari total pendapatan usaha.

Sementara itu, sektor komersial dan hunian masing-masing menyumbang sebesar Rp 15,5 miliar dan Rp 8,3 miliar. “Kontribusi lainnya berasal dari pendapatan usaha hotel dan rental,” jelasnya dalam keterbukaan informasi pada tanggal 29 April 2025.

Laba bersih DMAS juga mengalami sedikit penurunan, dari Rp 366,12 miliar pada kuartal I 2024 menjadi Rp 355,45 miliar pada kuartal I 2025.

Di sisi lain, PT Jababeka Tbk (KIJA) justru berhasil mencatatkan kinerja positif pada tiga bulan pertama tahun ini. KIJA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 1,29 triliun pada kuartal I 2025, tumbuh signifikan sebesar 87% dibandingkan dengan Rp 690 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Corporate Secretary KIJA, Muljadi Suganda, menambahkan bahwa perseroan juga membukukan laba bersih sebesar Rp 200,5 miliar pada kuartal I 2025, berbalik dari rugi bersih sebesar Rp 107,7 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Juga :  Royal Tebar THR: Analisis Prospek Indeks Saham Jelang Dividen

“Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan dan perbaikan margin laba kotor secara keseluruhan,” terangnya dalam keterbukaan informasi pada tanggal 2 Mei 2025.

KIJA menargetkan perolehan pendapatan prapenjualan, atau *marketing sales*, untuk tahun 2025 sebesar Rp3,5 triliun.

Secara rinci, sekitar Rp 1,25 triliun dari target tersebut berasal dari Cikarang, dan Rp 800 miliar dari pengembangan lahan dan bangunan industri di Cikarang. Sisanya, sebesar Rp 450 miliar, diharapkan berasal dari properti residensial dan komersial di Cikarang, termasuk perusahaan patungan dan sumber lainnya.

“Sisanya, sejumlah Rp 2,25 triliun, berasal dari perusahaan patungan kami di Kendal,” imbuh Muljadi.

Pendapatan KIJA Naik 87% Menjadi Rp 1,29 Triliun per Kuartal I 2025, Ini Pendorongnya

Dipengaruhi Kondisi Manufaktur

Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menjelaskan bahwa kinerja perusahaan properti kawasan industri pada periode ini sangat dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur di Indonesia.

“Pada awal bulan April, PMI Manufacturing domestik mengalami kontraksi akibat dampak kebijakan perang tarif. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para emiten kawasan industri,” ungkapnya kepada Kontan pada hari Kamis (8/5).

Selama tahun 2025, faktor perang tarif diperkirakan masih akan berlanjut. Akibatnya, prospek kinerja emiten properti kawasan industri juga diperkirakan masih akan menghadapi tantangan berat pada tahun ini.

“Jika ada perundingan yang menghasilkan kesepakatan optimal, tren PMI Manufacturing akan kembali menunjukkan pertumbuhan, termasuk di Indonesia,” tuturnya.

Dengan mempertimbangkan hasil kinerja kuartal I 2025, Nafan memberikan rekomendasi *accumulative buy* untuk saham KIJA dengan target harga Rp 208 per saham.

Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, berpendapat bahwa kinerja DMAS akan sangat bergantung pada penjualan lahan industri, yang mana sejauh ini mengalami sedikit penurunan penjualan sebesar 7,4% yoy.

Secara historis, DMAS dikenal sebagai emiten yang rutin memberikan pembayaran dividen. Namun, besaran dividen tersebut sangat bergantung pada kinerja penjualan lahan industri dan ketersediaan kas perusahaan.

“Apabila penjualan lahan industri mengalami perlambatan, hal ini akan berdampak langsung pada potensi pembayaran dividen di tahun-tahun mendatang,” ujarnya kepada Kontan pada hari Kamis (8/5).

Di sisi lain, KIJA memiliki diversifikasi lahan yang lebih baik. Dalam jangka pendek, kontribusi terhadap kinerja KIJA akan lebih didorong oleh penjualan lahan industri, residensial, dan komersial untuk area Jababeka, serta hasil pengembangan dari Kendal Industrial Park (bekerja sama dengan Sembcorp) di Jawa Tengah.

Baca Juga :  Pengaruh Dolar AS yang Melemah: Kenaikan Nilai Mata Uang Asia

Sementara itu, untuk jangka waktu yang lebih panjang, KIJA berencana mengembangkan area yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap industri pariwisata di Tanjung Lesung dan Morotai.

“Melihat performa kuartal I 2025, kawasan Kendal Industrial Park berpotensi menjadi salah satu sentimen positif terhadap kinerja KIJA di sisa tahun 2025 dan di masa mendatang,” katanya.

Puradelta Lestari (DMAS) Targetkan Marketing Sales Rp 1,81 Triliun di 2025

Prospek Saham

Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany, menjelaskan bahwa KIJA berhasil membukukan pendapatan positif berkat dorongan dari pilar *land development & property* serta peningkatan kinerja dari sektor infrastruktur yang mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 230% yoy.

Sementara itu, pendapatan DMAS pada kuartal I 2025 masih didukung oleh segmen *data center*. Sedangkan penurunan pendapatan SSIA disebabkan oleh penurunan kinerja sektor perhotelan akibat adanya renovasi.

Indri juga melihat bahwa perang tarif global memberikan dampak negatif terhadap kinerja emiten properti kawasan industri. Hal ini tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang terkontraksi hingga level 46,7.

“Jika indeks PMI terus mengalami kontraksi, maka secara tidak langsung akan berdampak negatif pada kinerja para emiten ke depannya,” ungkapnya kepada Kontan pada hari Kamis (8/5).

Mengutip data dari RTI, saham DMAS mengalami kenaikan sebesar 16,28% dalam sebulan terakhir dan 0,67% secara *year to date* (YTD). Saham SSIA naik 15,49% dalam sebulan terakhir, tetapi mengalami penurunan tajam sebesar 39,03% YTD.

Kondisi serupa juga terjadi pada KIJA. Saham perusahaan ini naik 9,94% dalam sebulan terakhir, namun turun 4,84% YTD.

Secara umum, penguatan hanya terlihat pada pergerakan harga saham DMAS yang sempat melonjak beberapa waktu lalu karena adanya pembagian dividen.

Sementara itu, kinerja saham KIJA dan SSIA masih berada di area bawah dan belum menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah.

SSIA Alokasikan Capex Rp3,6 Triliun pada 2025, Fokus untuk 2 Proyek Ini

Menurut Indri, dalam kondisi pasar saat ini, saham-saham *second liner* masih kurang diminati. Sebab, kenaikan IHSG secara keseluruhan masih didorong oleh saham-saham yang memiliki *market cap* besar seperti bank-bank besar dan konglomerasi lainnya.

“Sejauh ini, kami belum bisa merekomendasikan saham mana yang menarik karena belum ada konfirmasi pasti mengenai potensi *rebound* dalam waktu dekat,” tuturnya.

Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto, melihat bahwa pergerakan saham SSIA berada di level *support* Rp 775 per saham dan *resistance* Rp 865 per saham dengan tren yang cenderung melemah. Akibatnya, William merekomendasikan strategi *wait and see* untuk saham SSIA.

“`

Berita Terkait

Cadangan Devisa Turun Drastis, BI Siapkan Strategi Jaga Rupiah Stabil?
IHSG Anjlok: Sentimen Negatif Tekan Bursa, Kembali ke Level 6.827
BI Umumkan: Uang Primer Sentuh Rekor Rp1.952,3 Triliun April 2025!
Ide Usaha Rumahan Terlaris: Peluang Bisnis Menguntungkan di Perumahan Anda!
Merger GoTo-Grab: Analisis Dampak Bagi Konsumen Indonesia
BRI-MI Kuasai Pasar: AUM Reksadana Terproteksi Lampaui Rp20 Triliun
GOTO Buka Suara: Bantah Rumor Akuisisi oleh Grab?
Dolar AS Stabil? Investor Cermati Arah Kebijakan The Fed Pasca FOMC

Berita Terkait

Jumat, 9 Mei 2025 - 02:47 WIB

Cadangan Devisa Turun Drastis, BI Siapkan Strategi Jaga Rupiah Stabil?

Jumat, 9 Mei 2025 - 02:31 WIB

IHSG Anjlok: Sentimen Negatif Tekan Bursa, Kembali ke Level 6.827

Jumat, 9 Mei 2025 - 01:59 WIB

BI Umumkan: Uang Primer Sentuh Rekor Rp1.952,3 Triliun April 2025!

Jumat, 9 Mei 2025 - 00:35 WIB

Ide Usaha Rumahan Terlaris: Peluang Bisnis Menguntungkan di Perumahan Anda!

Jumat, 9 Mei 2025 - 00:27 WIB

Merger GoTo-Grab: Analisis Dampak Bagi Konsumen Indonesia

Berita Terbaru

entertainment

Ziva Magnolya: Perjuangan 1,5 Tahun Lahirkan Album “Merangkai”

Jumat, 9 Mei 2025 - 02:44 WIB