Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mendisiplinkan siswa yang bermasalah dengan mengirimkan mereka ke barak militer menuai kritik. Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap program tersebut.
Menurutnya, langkah semacam itu tidak sejalan dengan Konvensi Hak Anak dan prinsip-prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Anak-anak seharusnya berkembang di lingkungan yang kondusif bagi perkembangan mental dan fisik mereka secara menyeluruh. Bukan malah dijejali dengan doktrin kekerasan atau disiplin yang berlebihan,” ungkap Pangeran dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (6/5).
Saleh berpendapat bahwa anak-anak yang menghadapi masalah seharusnya mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari para ahli guna mendukung pertumbuhan mental mereka. Alih-alih menanamkan disiplin ala militer yang kaku.
Lebih lanjut, Pangeran menegaskan bahwa kebijakan Dedi Mulyadi ini berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena dinilai tidak menghormati hak-hak anak.
“Kebijakan yang mengarah pada militerisasi siswa sekolah merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak, yang merupakan bagian integral dari hak asasi manusia. Mengirim siswa ke barak militer sama saja dengan melanggar HAM,” tegas Pangeran.
Ia juga menilai bahwa kebijakan ini diambil secara tergesa-gesa dan tanpa melalui kajian strategis yang mendalam, serta tanpa melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan para ahli. Hal ini seolah-olah menempatkan rakyat hanya sebagai objek dari eksperimen kebijakan pemerintah.
“Negara tidak seharusnya memperlakukan rakyatnya sebagai objek eksperimen kebijakan yang sembrono,” imbuhnya.
“Idealnya, Pemerintah Daerah membina karakter generasi muda melalui pendekatan pendidikan yang humanis, bukan dengan model yang cenderung represif dan mengarah pada militerisme. Anak-anak bukanlah objek eksperimen kebijakan yang tidak didasari oleh kajian yang komprehensif,” pungkas Pangeran.