Ragamutama.com – , Jakarta – Dalam momentum peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada hari Kamis, 1 Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap penghapusan sistem outsourcing atau alih daya pekerja, sebuah isu yang menjadi perhatian utama bagi kalangan buruh.
“Kita berkeinginan untuk menghapuskan outsourcing. Namun, kita juga harus melihat realitas, dan menjaga kepentingan para investor. Tanpa investasi, tidak akan ada pabrik, dan tanpa pabrik, kalian tidak akan mendapatkan pekerjaan,” tegas Prabowo pada hari Kamis, 1 Mei 2025, seperti yang dilaporkan oleh Antara.
Kepala negara menekankan bahwa menyeimbangkan perlindungan hak-hak buruh dengan memberikan kepastian bagi investor adalah sebuah tantangan krusial. “Jika investor tidak berinvestasi, tidak akan ada pabrik yang berdiri. Jika tidak ada pabrik, maka kesempatan kerja bagi kalian akan hilang,” jelas Prabowo.
Selain isu outsourcing, Prabowo juga menyampaikan rencananya untuk membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja. “Sebagai bentuk apresiasi kepada kaum buruh di hari yang istimewa ini, saya akan segera mewujudkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional,” ungkapnya.
Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, yang akan dibentuk, merupakan sebuah badan yang akan mengikutsertakan tokoh-tokoh buruh terkemuka dari seluruh pelosok Indonesia. Tugas utama dewan ini adalah memberikan masukan dan saran kepada Presiden terkait perbaikan undang-undang dan regulasi yang dinilai kurang menguntungkan bagi pekerja.
Prabowo mengklaim bahwa Dewan Kesejahteraan Buruh juga akan mempelajari secara mendalam mekanisme transisi menuju penghapusan sistem outsourcing, dengan tetap mempertimbangkan keberlangsungan iklim investasi yang kondusif.
Tentang Outsourcing
Berdasarkan pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing didefinisikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dituangkan secara tertulis.
Pasal 66 peraturan yang sama mengatur bahwa praktik outsourcing tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kegiatan yang memiliki kaitan erat dengan proses produksi inti. Dengan kata lain, outsourcing hanya diperbolehkan untuk kegiatan yang bersifat penunjang.
“Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh dipergunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi” demikian bunyi pasal tersebut.
Namun, dalam praktiknya, sistem ini seringkali memunculkan berbagai permasalahan, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli. Menurutnya, persoalan terkait pekerja alih daya telah menjadi isu yang terus diperjuangkan oleh kalangan pekerja selama hampir dua dekade.
Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi pengalihan kegiatan inti (core business), ketidakpastian status pekerjaan, kurangnya kejelasan jenjang karir, tingkat upah yang rendah, kerentanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK), lemahnya perlindungan jaminan sosial, hingga kesulitan dalam membentuk serikat pekerja.
Sebelumnya, pada peringatan May Day 2024, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa praktik outsourcing atau alih daya dan sistem upah murah telah merajalela di Indonesia. Bahkan, ia menambahkan, kontrak outsourcing dapat diperpanjang secara terus-menerus karena tidak adanya batasan yang jelas mengenai jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan dan dapat diperbarui tanpa mengangkat karyawan tetap.
Sultan Abdurrahman, Riri Rahayu, dan Dani Aswara turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Serba-serbi Prabowo Dukung Hapus Outsourcing