Ragamutama.com JAKARTA. Pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) mendorong penguatan sejumlah mata uang Asia. Kenaikan tajam ini bahkan mencapai titik tertinggi dalam beberapa waktu terakhir, memaksa beberapa bank sentral melakukan intervensi untuk mencegah apresiasi yang berlebihan.
Sebagai contoh, otoritas moneter Hong Kong pada Jumat (2/5) melakukan penjualan dolar Hong Kong (HKD) dalam jumlah rekor untuk membendung kenaikan dan mempertahankan nilai tukar mata uang tersebut terhadap dolar AS yang telah berlangsung selama 42 tahun.
Bank sentral Taiwan juga turut campur tangan karena dolar Taiwan (TWD) melonjak ke level tertinggi sejak 1988. Yuan pun menguat ke posisi terkuatnya sejak November lalu. Volatilitas pasar ini mencerminkan pergeseran arus modal dari dolar AS, dipicu oleh ketidakpastian kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dan kekhawatiran akan resesi di AS.
Sebagai informasi, TWD menguat 5,7% terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir, mencapai angka 30,747. Dolar Korea (KRW) naik 2,87% menjadi 1.399,41, sementara rupiah menguat 2,38% terhadap dolar AS dalam periode yang sama. Namun, perlu dicatat bahwa sejak awal tahun, rupiah masih terdepresiasi dibandingkan mata uang Asia lainnya.
Minggu lalu, sentimen spekulatif terhadap dolar AS mencapai level terendah sejak September, menunjukkan semakin rendahnya minat investor terhadap aset AS.
DPK Valas BNI Tumbuh 7,2% di Maret 2025
Penguatan mata uang Asia, termasuk yen (JPY) dan yuan (CNY), didorong oleh kombinasi repatriasi modal dan peningkatan minat investasi di tengah tren “jual dolar AS”.
Tren ini berlanjut meskipun tampaknya ada upaya pelunakan sikap antara Beijing dan Washington dalam perang dagang. Beijing menyatakan tengah mempertimbangkan kemungkinan negosiasi dengan AS.
“Pelemahan dolar AS secara alami dapat meredakan beberapa ketegangan perdagangan. Oleh karena itu, memanfaatkan penurunan nilai dolar terhadap mata uang Asia mungkin merupakan strategi yang bijak,” ungkap Brad Bechtel, kepala global valuta asing di Jefferies, seperti dikutip Bloomberg pada Senin (5/5).
Pasar valuta asing Asia mengalami fluktuasi signifikan pada Jumat lalu. Indeks Bloomberg untuk mata uang Asia mencapai titik tertinggi sejak 2022, sementara indikator return valuta asing di pasar berkembang menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.
Penguatan mata uang negara berkembang dapat menarik investasi asing dan menurunkan harga impor. Namun, hal ini juga dapat merugikan eksportir karena membuat barang-barang mereka kurang kompetitif di pasar global.