Tiga Paus Afrika: Revolusi Iman dan Asal Usul Hari Valentine

Avatar photo

- Penulis

Minggu, 4 Mei 2025 - 08:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Afrika Utara, wilayah yang kini mayoritas penduduknya beragama Islam, menyimpan sejarah panjang sebagai pusat Kekristenan kuno, bahkan melahirkan beberapa Paus. Warisan mereka masih terasa hingga kini dalam komunitas Gereja.

Kekuasaan kepausan mereka, semasa Kekaisaran Romawi, meliputi wilayah Tunisia modern, timur laut Aljazair, hingga pesisir Libya bagian barat.

“Afrika Utara adalah Sabuk Alkitab Kekristenan kuno,” ungkap Profesor Christopher Bellitto, sejarawan dari Kean University, Amerika Serikat.

Setelah wafatnya Paus Fransiskus, banyak umat Katolik di Afrika berharap Paus berikutnya berasal dari benua tersebut untuk pertama kalinya dalam lebih dari 1.500 tahun.

Artikel ini akan mengupas kisah tiga Paus asal Afrika – dan bagaimana mereka membentuk perayaan Paskah dan Hari Valentine bagi umat Kristiani.

Ketiganya telah dikanonisasi Gereja sebagai orang kudus.

Victor I (189-199)

Dipercaya berasal dari suku Berber (penduduk asli Afrika Utara), Paus Victor I memimpin Gereja Katolik pada masa pengikut Yesus Kristus menghadapi penganiayaan pejabat Romawi karena menolak menyembah dewa-dewa Roma.

Ia dikenal atas perannya dalam menetapkan perayaan Paskah pada hari Minggu.

Pada abad ke-2, beberapa kelompok Kristen di Provinsi Romawi Asia (Turki modern) merayakan Paskah bersamaan dengan Paskah Yahudi (Passover), memperingati pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir.

Namun, umat Kristen di bagian barat Kekaisaran Romawi meyakini kebangkitan Yesus Kristus terjadi pada hari Minggu, sehingga Paskah harus dirayakan pada hari tersebut.

Perdebatan mengenai waktu kebangkitan Yesus ini sangat kontroversial.

“Kontroversi Paskah” merepresentasikan konflik lebih besar antara umat Kristen Timur dan Barat, dan apakah mereka perlu mengikuti praktik Yahudi atau tidak.

Victor I menyelenggarakan Sinode Romawi pertama – pertemuan para pemimpin Gereja – untuk menyelesaikan perselisihan ini.

Ia mengancam akan mengucilkan uskup yang menolak keputusannya.

“Ia bersikap tegas agar semua orang sependapat dengannya,” ujar Prof. Bellitto kepada BBC.

Sikap ini mengesankan, kata sejarawan tersebut, karena “ia adalah Uskup Roma ketika Kekristenan masih ilegal di Kekaisaran Romawi.”

Warisan penting Victor I lainnya adalah pengenalan bahasa Latin sebagai bahasa resmi Gereja Katolik. Sebelumnya, bahasa Yunani Kuno menjadi bahasa utama liturgi dan komunikasi resmi Gereja.

Victor I sendiri menggunakan dan menulis dalam bahasa Latin yang umum digunakan di Afrika Utara saat itu.

Miltiades (311-314)

Paus Miltiades diyakini lahir di Afrika.

Pada masa kepausannya, Kekristenan semakin diterima oleh kaisar Romawi dan akhirnya menjadi agama resmi Kekaisaran.

Sebelumnya, penganiayaan terhadap umat Kristen terjadi berkali-kali dalam sejarah Kekaisaran.

Baca Juga :  Peti Jenazah Paus Fransiskus Akhirnya Tertutup: Prosesi Pemakaman Berakhir

Meski demikian, Prof. Bellitto menjelaskan bahwa Miltiades tidak berperan besar dalam perubahan ini. Ia menyebut Paus tersebut sebagai “penerima kebaikan hati Romawi” ketimbang negosiator ulung.

Miltiades menerima sebuah istana dari Kaisar Konstantinus, menjadikannya Paus pertama dengan kediaman resmi.

Ia juga mendapat izin dari Konstantinus untuk membangun Basilika Lateran, yang kini tercatat sebagai gereja tertua di Roma.

Meskipun Paus modern tinggal dan bekerja di Vatikan, Gereja Lateran sering disebut dalam kalangan Katolik sebagai “induk dari semua gereja”.

Gelasius I (492-496)

Gelasius I merupakan satu-satunya dari tiga Paus Afrika yang menurut sejarawan tidak lahir di Afrika.

“Ada sumber yang menyebutkan… kelahirannya di Roma. Jadi kita tidak tahu apakah ia [pernah] tinggal di Afrika Utara, tetapi tampaknya ia keturunan Afrika Utara,” jelas Prof. Bellitto.

Ia merupakan tokoh paling penting di antara ketiga pemimpin Kristen asal Afrika, menurut Prof. Bellitto.

Gelasius I secara luas diakui sebagai Paus pertama yang secara resmi disebut “Vikaris Kristus”, menunjukkan perannya sebagai wakil Kristus di Bumi.

Ia juga mengembangkan Doktrin Dua Pedang, yang menegaskan kekuasaan Gereja dan negara yang terpisah namun setara.

Gelasius I menegaskan bahwa kedua kekuasaan tersebut diberikan kepada Gereja oleh Tuhan. Gereja kemudian mendelegasikan kekuasaan duniawi kepada negara. Hal ini yang membuat Gereja dianggap lebih tinggi kedudukannya.

“Kemudian, pada Abad Pertengahan, Paus terkadang mencoba memveto pemilihan kaisar atau raja, karena mereka mengklaim Tuhan memberikan kekuasaan tersebut kepada mereka,” kata Prof. Bellitto.

Gelasius I juga dikenang atas tanggapannya terhadap Skisma Akasia—perpecahan antara Gereja Kristen Timur dan Barat (484-519).

Selama periode ini, Gelasius I menegaskan supremasi Roma dan kepausan atas seluruh Gereja, baik Timur maupun Barat, sebuah langkah yang dianggap lebih jauh daripada pendahulunya.

Gelasius juga bertanggung jawab atas perayaan populer yang masih dirayakan hingga kini, yaitu Hari Valentine pada 14 Februari 496 untuk memperingati Santo Valentine.

Beberapa catatan menyebutkan Valentine sebagai pendeta yang tetap melakukan pernikahan secara rahasia meskipun dilarang Kaisar Claudius II.

Sejarawan percaya bahwa Hari Valentine berakar pada festival cinta dan kesuburan Romawi, Lupercalia, dan merupakan upaya Gelasius I untuk mengkristenkan tradisi pagan.

Seperti apa wajah paus asal Afrika?

Prof. Bellitto mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui, dengan akurasi tinggi, rupa ketiga Paus tersebut.

“Kita harus ingat bahwa Kekaisaran Romawi, dan Abad Pertengahan, tidak memandang ras seperti saat ini. Warna kulit tidak menjadi masalah,” katanya kepada BBC.

Baca Juga :  Chatten: Hilangkan Penat, Obrolan Seru Tanpa Henti

“Orang-orang di Kekaisaran Romawi tidak mempersoalkan ras, tetapi mereka memperhatikan etnisitas.”

Prof. Philomena Mwaura, akademisi dari Universitas Kenyatta, Kenya, mengatakan kepada BBC bahwa Afrika di bawah kekuasaan Romawi sangat multikultural. Kelompok Berber dan Punic, budak yang merdeka, hingga orang Roma bermukim di Afrika.

“Komunitas Afrika Utara cukup beragam, dan juga merupakan jalur perdagangan bagi banyak orang yang terlibat dalam perdagangan di zaman kuno,” jelasnya.

Alih-alih mengidentifikasi diri dengan kelompok etnis tertentu, “kebanyakan orang dari wilayah Kekaisaran Romawi menganggap diri mereka sebagai orang Romawi,” tambah Prof. Mwaura.

Mengapa tidak ada lagi Paus dari Afrika?

Tak satu pun dari 217 Paus setelah Gelasius I yang diyakini berasal dari Afrika.

“Gereja di Afrika Utara melemah karena berbagai faktor, termasuk runtuhnya Kekaisaran Romawi dan juga serbuan Muslim [ke Afrika Utara] pada abad ke-7,” kata Prof. Mwaura.

Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa Islam di Afrika Utara tidak sepenuhnya menjelaskan absennya Paus dari wilayah tersebut selama lebih dari 1.500 tahun.

Prof. Bellitto menyatakan proses pemilihan Paus menjadi “monopoli Italia” selama bertahun-tahun.

Namun, ia menambahkan kemungkinan besar Paus dari Asia atau Afrika akan terpilih segera karena jumlah umat Katolik di belahan bumi selatan jauh lebih besar daripada di belahan utara.

Katolik berkembang lebih cepat di Afrika sub-Sahara daripada di tempat lain.

Data terbaru menunjukkan ada 281 juta umat Katolik di Afrika pada tahun 2023, sekitar 20% dari seluruh umat Katolik dunia.

Tiga kandidat asal Afrika pernah dipertimbangkan untuk menggantikan Paus Fransiskus—Fridolin Ambongo Begungu dari Republik Demokratik Kongo, Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana, dan Robert Sarah dari Guinea.

Tetapi Prof. Mwaura berpendapat bahwa “meskipun Kekristenan kuat di Afrika, kekuatan Gereja masih berada di utara, karena mereka memiliki sumber daya.”

“Mungkin, seiring penguatan Gereja di Afrika dan kemandiriannya, akan tiba saatnya ada Paus dari Afrika,” katanya.

  • Paus Fransiskus meninggal, apakah penggantinya bakal berasal dari Afrika?
  • Ramalan Nostradamus soal kematian Paus muncul di internet – Mengapa ramalannya tetap populer sampai sekarang?
  • ‘Jangan takut, saya menyertaimu’ – Pesan terakhir Paus Fransiskus kepada umat Katolik di Gaza
  • Siapa yang akan menjadi Paus berikutnya? Inilah para kandidat utama
  • Apakah geopolitik di Gereja Katolik akan memengaruhi pemilihan Paus baru?
  • ‘Paus Fransiskus berpihak pada kaum tertindas’, sejauh mana para imam Katolik mewujudkannya di Indonesia?

Berita Terkait

Jadwal Lengkap Upacara Piodalan di Bali, Minggu 4 Mei 2024
Misteri Hurrem Sultan: Selir Ukraina, Bangsawan Italia, atau Penyihir Rusia? Perempuan Paling Berpengaruh di Ottoman
Museum Sejarah Joseon Kembali Dibuka Mei 2025: Catatan Masa Lalu Terungkap
Ajak Masyarakat Kembali Gemar Membaca: Normalisasi Baca Buku di Tempat Umum
Penemuan Arkeologi Heboh: Pedang Kuno Berswastika Berusia 2300 Tahun Terungkap!
Pencarian Intensif: Kronologi Pendaki Jawa Barat Hilang Misterius di Gunung Binaiya
Liburan Mewah: 5 Hotel Terbaik India, Termasuk Bekas Istana
Firsta Yufi Amarta Putri: Kilas Balik Perjalanan Menuju Puteri Indonesia 2025

Berita Terkait

Minggu, 4 Mei 2025 - 11:16 WIB

Jadwal Lengkap Upacara Piodalan di Bali, Minggu 4 Mei 2024

Minggu, 4 Mei 2025 - 10:51 WIB

Misteri Hurrem Sultan: Selir Ukraina, Bangsawan Italia, atau Penyihir Rusia? Perempuan Paling Berpengaruh di Ottoman

Minggu, 4 Mei 2025 - 10:31 WIB

Museum Sejarah Joseon Kembali Dibuka Mei 2025: Catatan Masa Lalu Terungkap

Minggu, 4 Mei 2025 - 08:23 WIB

Tiga Paus Afrika: Revolusi Iman dan Asal Usul Hari Valentine

Minggu, 4 Mei 2025 - 07:15 WIB

Ajak Masyarakat Kembali Gemar Membaca: Normalisasi Baca Buku di Tempat Umum

Berita Terbaru

sports

AFC Pilih Lepas Tangan, Kisruh Sepak Bola Malaysia Memanas

Minggu, 4 Mei 2025 - 19:47 WIB