Larangan Boeing oleh China: Eskalasi Perang Dagang AS?

- Penulis

Rabu, 16 April 2025 - 12:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Pemerintah Tiongkok dilaporkan telah menginstruksikan seluruh maskapai penerbangan domestik untuk menghentikan penerimaan pesawat Boeing terbaru dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan bilateral, menyusul penetapan tarif balasan oleh Tiongkok terhadap produk AS hingga 125 persen.

Keputusan tersebut menjadi pukulan telak bagi Boeing yang tengah mempersiapkan pengiriman sekitar sepuluh unit pesawat 737 Max kepada maskapai-maskapai Tiongkok. Meskipun Bloomberg melaporkan bahwa pesawat yang telah menyelesaikan pembayaran dan proses administrasi sebelum pemberlakuan tarif kemungkinan besar masih akan diterima, larangan ini tetap menimbulkan dampak signifikan terhadap hubungan ekonomi kedua negara. Lebih jauh lagi, penghentian pengiriman ini dikabarkan berlaku tanpa batas waktu yang ditentukan.

“Tiongkok baru saja membatalkan kesepakatan besar dengan Boeing, menyatakan penolakan untuk menerima pesawat yang telah dipesan,” tulis Presiden AS Donald Trump dalam unggahannya di Truth Social, dikutip dari CBS News, Rabu (16/4/205).

1. Maskapai China juga dilarang beli suku cadang dari AS

Selain larangan pengiriman pesawat baru, pemerintah Tiongkok juga melarang maskapai-maskapai penerbangannya untuk membeli komponen dan peralatan penerbangan asal AS. Kebijakan ini menciptakan kesulitan bagi maskapai yang bergantung pada suku cadang produksi perusahaan-perusahaan Amerika. Beberapa maskapai bahkan dilaporkan tengah mencari alternatif untuk memastikan kelangsungan operasional armada mereka.

Bloomberg menyebutkan bahwa pemerintah Tiongkok tengah mempertimbangkan langkah-langkah bantuan bagi maskapai yang menyewa pesawat Boeing dan kini menghadapi peningkatan biaya operasional. Ketidakpastian ini berpotensi mengganggu stabilitas sektor penerbangan sipil di Tiongkok. Maskapai seperti China Southern Airlines, Air China, dan Xiamen Airlines termasuk di antara maskapai yang menerima pesawat baru yang terdampak.

Baca Juga :  Harga Emas Antam Hari Ini: Turun Tipis, Masih di Rp 1.965.000

Sementara itu, Boeing menolak berkomentar. Saham perusahaan tersebut turun 1,6 persen menjadi 156,74 dolar AS dalam perdagangan pagi, menurut laporan CBS News.

Perusahaan China Bangun Pabrik Rp1,7 T di KEK Industropolis Batang

Perusahaan China Bangun Pabrik Rp1,7 T di KEK Industropolis Batang

2. Perang tarif memukul industri penerbangan global

Larangan dari Tiongkok muncul tak lama setelah Negeri Tirai Bambu menaikkan tarif atas produk-produk AS sebagai respons terhadap kebijakan Presiden Trump. Tarif tersebut kini mencapai 125 persen, bahkan berpotensi naik hingga 145 persen untuk beberapa jenis barang. Hal ini mengakibatkan harga pesawat buatan AS melonjak dua kali lipat dan dianggap tidak lagi terjangkau.

Dampak perang dagang ini langsung dirasakan oleh produsen pesawat di kedua negara. Brian West, kepala keuangan Boeing, sebelumnya telah memperingatkan bahwa tarif tinggi dapat menghambat pasokan komponen dari para pemasoknya. Di sisi lain, produsen asal Eropa, Airbus, juga terdampak karena gangguan pasokan komponen dari AS.

“Kami menghadapi kendala dalam memperoleh komponen dari Spirit AeroSystems asal Amerika, dan ini memengaruhi produksi jet A350 dan A220,” ujar CEO Airbus, Guillaume Faury kepada para pemegang saham, dikutip dari The Guardian, Rabu (16/4).

Baca Juga :  Anak Usaha Chandra Asri Akuisisi Saham Mayoritas Marina Indah Maritim

China Minta AS Batalkan Sepenuhnya Tarif Resiprokal

China Minta AS Batalkan Sepenuhnya Tarif Resiprokal

3. Efek domino ke pasar saham dan sektor otomotif

Perang tarif antara AS dan Tiongkok turut mengguncang pasar saham sejak awal April. Meskipun indeks S&P 500 sempat naik tipis 0,7 persen pada Selasa, nilainya masih turun sekitar 7 persen sepanjang tahun ini. Saham Boeing terdampak bersama perusahaan-perusahaan lain yang bergantung pada rantai pasok global.

Di Asia, indeks Nikkei Jepang naik 0,8 persen dan Kospi Korea Selatan naik 0,9 persen setelah Presiden Trump memberikan sinyal dukungan bagi industri otomotif. Ia menyatakan bahwa produsen mobil membutuhkan waktu untuk memindahkan produksi suku cadang ke dalam negeri. Pernyataan ini memberikan sentimen positif bagi pabrikan seperti Honda, Suzuki, dan Hyundai.

Sementara itu, di Eropa, bursa saham juga menguat setelah komentar optimis dari Wakil Presiden AS JD Vance mengenai peluang kesepakatan dagang dengan Inggris.

“Kami benar-benar bekerja keras bersama pemerintah Keir Starmer,” kata Vance dalam wawancara dengan Unherd.

Vance menambahkan bahwa ia optimistis akan tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua negara.

Presiden China: Tidak Ada Pemenang dari Perang Tarif

Presiden China: Tidak Ada Pemenang dari Perang Tarif

Berita Terkait

Rekor Baru! Aliran Modal Asing ke Bitcoin Tembus Rp669 Triliun, Harga Diprediksi Naik Drastis
Prediksi Pasar Saham Mei 2025: Waspadai Fenomena Sell in May and Go Away
Analisis Teknikal Saham BMRI, AKRA, dan GOTO: Rekomendasi untuk Trading Jumat
Laba dan Pendapatan Sumber Alfaria Trijaya
Laba Bersih BSI Melesat Rp1,87 Triliun di Kuartal I 2025
Sah! Bank DKI Disetujui IPO di Bursa Efek Indonesia
Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Kredit Bank ke Sritex: Apa Dampaknya?
Ahmad Luthfi Luncurkan Kebijakan: Tarif Bus Buruh Cuma Seribu Rupiah!

Berita Terkait

Kamis, 1 Mei 2025 - 22:19 WIB

Rekor Baru! Aliran Modal Asing ke Bitcoin Tembus Rp669 Triliun, Harga Diprediksi Naik Drastis

Kamis, 1 Mei 2025 - 21:23 WIB

Prediksi Pasar Saham Mei 2025: Waspadai Fenomena Sell in May and Go Away

Kamis, 1 Mei 2025 - 20:51 WIB

Analisis Teknikal Saham BMRI, AKRA, dan GOTO: Rekomendasi untuk Trading Jumat

Kamis, 1 Mei 2025 - 19:51 WIB

Laba dan Pendapatan Sumber Alfaria Trijaya

Kamis, 1 Mei 2025 - 18:23 WIB

Laba Bersih BSI Melesat Rp1,87 Triliun di Kuartal I 2025

Berita Terbaru

Education And Learning

Ujian UTBK SNBT 2025 Diduga Banyak Kecurangan: Sistem Pendidikan Butuh Perbaikan

Kamis, 1 Mei 2025 - 22:15 WIB