Tarif Trump 32%: Ancaman PHK Massal & IHSG Melemah di Indonesia

- Penulis

Kamis, 3 April 2025 - 12:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com, JAKARTA — Pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang tarif timbal balik, termasuk bea masuk 32% untuk produk Indonesia, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pakar ekonomi. Mereka memprediksi kebijakan ini dapat memicu PHK massal dan melemahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia dikenai tarif tertinggi kedua (32%), setelah Thailand (36%), namun lebih tinggi dibandingkan Malaysia (24%) dan Filipina (17%).

Kamboja (49%) mencatatkan tarif timbal balik tertinggi di kawasan ASEAN, diikuti Laos (48%), Vietnam (46%), dan Myanmar (44%).

: Surplus Neraca Dagang Indonesia Terancam Tarif Impor 32% dari Donald Trump

Tarif baru tersebut, yang akan berlaku mulai 9 April 2025, merupakan respons Trump terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) Indonesia yang dianggapnya tidak adil.

“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih,” demikian pernyataan resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025).

: : Alasan Presiden Trump Kenakan Tarif Baru ke Negara Mitra Dagang

Baca Juga :  RUPS Daring Juni 2025: 40% Lebih Investor Hadir, Kata KSEI!

Kenaikan tarif ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Para pakar mengidentifikasi empat potensi dampak yang saling berkaitan.

Berikut Potensi Dampak Tarif Timbal Balik Trump ke Indonesia: 1. Rupiah Melemah

Hosianna Evalita Situmorang, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), memperkirakan kebijakan tarif baru ini akan melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian global dan penurunan pendapatan ekspor berbagai negara.

: : Negara Asean Terdampak Tarif Baru Trump: Indonesia 32%, Vietnam 46%, Malaysia 24%

Pendapat serupa disampaikan oleh Didin S. Damanhuri, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia memprediksi depresiasi nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.

“Tidak mustahil dalam beberapa hari ke depan akan melampaui Rp17.000 per dolar AS. Belum dapat dipastikan berapa jauh depresiasi rupiah ini akan berlanjut,” ungkap Didin, Kamis (3/4/2025).

2. Ancaman PHK Massal

Hosianna juga memperingatkan dampak nyata bagi sektor riil, khususnya sektor ekspor ke AS seperti tekstil, elektronik, dan alas kaki.

“Perusahaan-perusahaan AS mungkin juga akan mengurangi investasi di Indonesia,” tambahnya, Kamis (3/4/2025).

Syafruddin Karimi, Ekonom Universitas Andalas, menambahkan bahwa sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki sangat bergantung pada daya saing harga di pasar AS. 

Baca Juga :  IPO HYBE Terancam? Bang Si Hyuk Diduga Terlibat Penipuan!

Kenaikan tarif akan meningkatkan harga jual, mendorong pembeli beralih ke negara lain, dan berpotensi mengakibatkan kontraksi ekspor serta PHK massal.

“[Ini] memicu risiko pemutusan hubungan kerja massal di dalam negeri,” tegas Syafruddin, Kamis (3/4/2025).

3. Pesimisme Sektor Riil

Didin menjelaskan bahwa PHK massal di perusahaan besar akan berdampak pada UMKM, mengingat ketergantungan rantai pasok UMKM terhadap perusahaan besar.

Penurunan daya beli dan penerimaan pajak juga diprediksi akan terjadi. Ia menekankan pentingnya respons tepat untuk mencegah melemahnya perekonomian.

“Akan timbul sentimen pesimisme baik dalam UMKM dan usaha besar maupun pemerintah, pusat maupun daerah,” ujar Didin.

4. Pelemahan IHSG dan Fiskal

Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, memprediksi ketidakstabilan dan pelemahan IHSG, terutama pada emiten sektor ekspor.

“Terutama untuk [emiten di] beberapa sektor berorientasi ekspor,” jelas Wija, Kamis (3/4/2025).

Pelemahan rupiah akan mempersulit upaya refinancing utang dan penambahan utang baru. Indonesia perlu menjaga imbal hasil yang menarik bagi investor di tengah kondisi pasar yang semakin menantang.

Berita Terkait

Rekening Diblokir PPATK? Ini Penjelasan Lengkap Soal Rekening Dormant!
Laba Alfaria Trijaya (AMRT) Naik 4,98% Jadi Rp 1,88 Triliun pada Semester I-2025
BI Malang Dorong UMKM dan Ekonomi Syariah lewat MBF 2025
IHSG Terkoreksi: Merdeka Group Jatuh, LQ45 Tertekan di Sesi I
UNVR Semester I 2025: Fundamental Kuat, Tumbuh di Kuartal III
BRIS, MLIA, PANI: Rekomendasi Teknikal Saham Mirae Sekuritas
Dolar AS Menguat! Sentimen The Fed Dorong Indeks Dolar ke 99
SMDR Bagi Dividen Interim Rp 40,92 Miliar: Laba Bersih Melejit!

Berita Terkait

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 08:07 WIB

Rekening Diblokir PPATK? Ini Penjelasan Lengkap Soal Rekening Dormant!

Kamis, 31 Juli 2025 - 15:10 WIB

Laba Alfaria Trijaya (AMRT) Naik 4,98% Jadi Rp 1,88 Triliun pada Semester I-2025

Kamis, 31 Juli 2025 - 13:39 WIB

BI Malang Dorong UMKM dan Ekonomi Syariah lewat MBF 2025

Kamis, 31 Juli 2025 - 12:50 WIB

IHSG Terkoreksi: Merdeka Group Jatuh, LQ45 Tertekan di Sesi I

Kamis, 31 Juli 2025 - 12:15 WIB

UNVR Semester I 2025: Fundamental Kuat, Tumbuh di Kuartal III

Berita Terbaru

Uncategorized

Tom Lembong Bebas: Kasus Impor Gula, Siapa Menyusul?

Sabtu, 2 Agu 2025 - 08:21 WIB

politics

Hasto Kaget! Prabowo Beri Amnesti? Sempat Berpikir Terburuk

Sabtu, 2 Agu 2025 - 06:35 WIB