Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, dijatuhi vonis bersalah atas dakwaan penerimaan suap dan gratifikasi. Putusan ini terkait dengan pengurusan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, sebuah kasus yang menarik perhatian publik.
Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat, 22 Agustus 2025, hakim ketua Iwan Irawan menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun kepada Rudi Suparmono. Selain itu, Rudi juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta. Jika denda tersebut tidak dapat dipenuhi, ia harus menjalani pidana kurungan pengganti selama enam bulan.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang telah dibacakan pada 28 Juli 2025. Rudi Suparmono terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dakwaan ini mencakup kumulatif kesatu alternatif ketiga dan dakwaan kumulatif kedua.
Sebelumnya, jaksa mengungkapkan bahwa Rudi Suparmono menerima suap senilai Sin$ 43.000. Uang tersebut berasal dari Lisa Rachmat, pengacara Gregorius Ronald Tannur, dan diserahkan sebagai imbalan untuk penunjukan majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur di PN Surabaya. Rudi kemudian menunjuk Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo untuk perkara tersebut.
Tidak hanya suap, Rudi Suparmono juga didakwa menerima gratifikasi dalam jumlah besar selama menjabat sebagai Ketua PN Surabaya dan Ketua PN Jakarta Pusat. Total gratifikasi yang diterimanya mencapai Rp 1.721.569.000, US$ 383.000, dan Sin$ 1.099.581. Ia dinilai tidak melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tenggang waktu 30 hari setelah penerimaan, serta tidak mencantumkannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pilihan Editor: Korupsi Sertifikasi K3 Perusahaan: Pukulan Baru Kementerian Ketenagakerjaan