TENTARA Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) secara signifikan memperkuat jangkauan pertahanannya dengan kini memiliki total 21 Komando Daerah Militer (Kodam) di seluruh Indonesia. Peningkatan ini terjadi setelah Presiden Prabowo Subianto secara resmi meresmikan enam Kodam baru dalam sebuah Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer yang berlangsung di Pusat Pendidikan Kopassus, Batujajar, Jawa Barat, pada Minggu, 10 Agustus 2025. Sebelumnya, TNI hanya memiliki 15 Kodam.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya langkah ini dengan menyatakan, “Dengan mengucap Bismillahirohmanirohim, pada pagi hari ini, hari Minggu tanggal 10 Agustus 2025, saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia, dengan ini meresmikan enam komando daerah militer.”
Daftar Enam Kodam Tambahan
Peresmian enam Komando Daerah Militer ini mencakup wilayah strategis di berbagai penjuru nusantara, dan telah menunjuk perwira tinggi untuk memimpinnya:
- Kodam XIX/Tuanku Tambusai, meliputi wilayah Riau dan Kepulauan Riau. Mayor Jenderal Agus Hadi Waluyo dipercaya sebagai Panglima Kodam pertama di Tuanku Tambusai.
- Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol, mencakup Sumatera Barat dan Jambi. Mayor Jenderal Arief Gajah Mada diplot sebagai Pangdam XX/Tuanku Imam Bonjol.
- Kodam XXI/Radin Inten, untuk daerah Lampung dan Bengkulu. Mayor Jenderal Kristomei Sianturi ditunjuk sebagai Pangdam XXI/Radin Inten, sebelumnya menjabat Kepala Pusat Penerangan TNI.
- Kodam XXII/Tambun Bungai, membawahi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Jabatan Pangdam XXII/Tambun Bungai akan diemban oleh Mayor Jenderal Zainul Arifin.
- Kodam XXIII/Palaka Wira, mencakup Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Mayor Jenderal Jonathan Binsar Parluhutan Sianipar ditunjuk sebagai Pangdam XXIII/Palaka Wira.
- Kodam XXIV/Mandala Trikora, berpusat di Merauke, Papua Selatan. Mayor Jenderal Lucky Avianto diplot menjadi Pangdam XXIV/Mandala. Sebelumnya, Lucky Avianto bertugas sebagai Panglima Komando Operasi TNI Habema dan Komandan Resimen Induk Kodam/XII Tanjungpura.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa penambahan enam Kodam baru ini merupakan langkah murni untuk memperkuat Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Selain itu, ia menekankan bahwa perluasan ini juga bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunan nasional demi kesejahteraan masyarakat.
Wahyu mengklaim bahwa pembentukan Kodam baru adalah bagian dari strategi pertahanan internal TNI AD untuk lebih responsif dalam mengatasi isu-isu lokal, baik ancaman militer maupun non-militer, seperti terorisme, separatisme, hingga bencana alam. Dengan cakupan wilayah tugas yang sangat luas, penambahan ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak daerah, bahkan hingga ke pelosok negeri, guna mengoptimalkan peran dan kontribusi TNI AD dalam stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Menanggapi kekhawatiran terkait efisiensi anggaran, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa pembentukan enam komando daerah militer baru ini telah melalui kajian mendalam dan tidak bertentangan dengan kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah Prabowo Subianto. Ia meyakinkan bahwa langkah ini selaras dengan program kementerian dan lembaga lainnya, memastikan pengembangan organisasi tidak menghambat upaya efisiensi pemerintah.
Lebih lanjut, Wahyu menyebutkan bahwa tidak semua Kodam yang baru dibentuk akan melakukan rekrutmen prajurit baru. Sebagian besar akan mengoptimalkan personel dari pergeseran kekuatan yang sudah ada, sehingga prosesnya bersifat bertahap dan terukur, serta telah melalui penghitungan cermat.
Meski demikian, kebijakan penambahan enam Kodam baru ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad, menilai langkah ini menyalahi amanat reformasi yang seharusnya mendorong restrukturisasi komando teritorial. Menurutnya, pada era Orde Baru, Kodam erat kaitannya dengan fungsi sosial politik tentara, atau yang dikenal sebagai ‘dwifungsi ABRI’.
Hussein juga menyoroti waktu peresmian ini, yang dilakukan di tengah kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah. Ia menilai tidak etis ketika sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan menghadapi penghematan besar-besaran, justru ada penambahan struktur militer. Kekhawatiran juga muncul bahwa penambahan Kodam baru ini berpotensi mengganggu jalannya demokrasi, karena fungsi komando teritorial yang dirancang tidak hanya untuk pertahanan, melainkan juga sosial politik, dinilai tidak kompatibel dengan iklim demokrasi.
Alih-alih memperbanyak Kodam, Hussein menyarankan agar TNI mengalokasikan anggarannya untuk modernisasi alutsista. “Perang itu sudah berubah mau di regional ataupun internasional. Tidak hanya dimenangkan dari besarnya pasukan, tapi dimenangkan dengan penguasaan teknologi mutakhir,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh Novali Panji dan Hendrik Yaputra.
Pilihan Editor: Daftar Purnawirawan Penerima Anugerah Jenderal Kehormatan hingga Bintang Sakti